Perisai Diri International Championship (PDIC)
Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, pencak silat merupakan sebuah sistem budaya yang terkait dengan alam lingkungannya dan tak dapat terpisahkan dari derap langkah aktifitas manusia. Dalam perkembangannya, pencak silat sudah merambah keberbagai penjuru dunia dan sudah diakui secara Internasional. Hal tersebut membuktikan bahwa Pencak silat merupakan kegiatan yang dapat mempersatukan golongan masyarakat yang berbeda-beda.
Untuk itu
Diadakan Kejuaraan International yang diikuti oleh beberapa negara,
dimana setiap anggota Perisai Diri yang berada pada setiap negara dapat
mewakilkan negaranya sebagai bentuk dari rasa kebersamaan dan
kekeluargaan dari setiap anggota, kejuaraan international dilakukan
untuk membentuk mental dan disiplin setiap anggota yang berlatih
diseluruh dunia. Keikutsertaan setiap anggota pada PDIC dapat
meningkatkan kualitas dan kecerdasan setiap anggota dalam berlatih,
setiap anggota dapat mengukur kemampuan mereka di kejuaraan PDIC dan
untuk memotivasi setiap anggota untuk mempelajari lagi ilmu Perisai Diri
dengan berlatih secara tekun agar dapat mencapai kemampuan pada level
yang maksimal sesuai dengan bakat dan talenta yang dimiliki setiap
masing-masing anggot.
Perguruan
Perisai Diri sudah mengadakan kejuaraan international yang ke-6 yang
diadakan di Jakarta sebagai tuan rumah penyelegara kejuaraan
International dan akan diadakan berikutnya setiap 4 tahun sekali, PDIC
dilaksanakan di kota/negara yang disepakati untuk mengadakan kejuaraan
berikutnya.
Kejuaraan PDIC ke-6 Di Padepokan Pencak Silat Taman Mini, Jakarta
Kelas Private (Private Class)
Kelas Private Perisai Diri (Private Class)
Latihan bagi pemula yang berminat dan mau untuk berlatih silat Perisai Diri, kelas private dilakukan dan disesuaikan waktu peserta anggota yang ingin dilatih, penerimaan anggota dibuka untuk umum.*Untuk keterangan lebih lanjut hubungi contact person pelatih (*Organisasi PD)
Jumat, 20 Maret 2009
History
SEORANG mahasiswa tiba-tiba saja terkejut ketika melihat sebuah buku
bergambar orang dalam sikap beladiri di salah satu rak buku Toko Gunung
Agung, tepat di sisi pojok utara perempatan Tugu, di simpang empat Jalan
Jendral Sudirman-Jalan Diponegoro - Jl AM Sangaji – dan Jalan Pangeran
Mangkubumi, Yogyakarta. Toko buku itu, pada tahun 1977 merupakan
satu-satunya yang terbesar dan terlengkap di Kota Pelajar tersebut. Kini
(tahun 2008) toko buku tersebut sudah tidak ada lagi.
Rasa ingin tahunya mendorong ia membuka halaman demi halaman buku itu.
Di sana , di buku yang dipegangnya, terlihat dengan jelas aneka foto
segala gerak beladiri dalam keterangan bahasa Indonesia yang mudah
dimengerti. Foto-fotonya pun terpampang lugas sehingga dengan sekali
melihat, si pembaca akan tahu apa yang dimaksud dan dimaui dengan gerak
tersebut.
Itulah gerakan-gerakan beladiri silat. Buku itu seolah mengungkap tuntas sebuah jurus ilmu silat yang oleh banyak perguruan saat itu dianggap amat sangat rahasia dan tabu untuk diperlihatkan orang lain selain murid-muridnya.
Tetapi, di toko itu, pada tahun 1977; bukan hanya satu jurus yang dideretkan di rak tersebut. Ada beberapa buku lain yang berjudul seperti Burung Kuntul, Burung Garuda, dan Harimau. Siapa gerangan pendekar yang berani melanggar tradisi tabu perguruan silat itu?
Dialah Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo – yang kemudian dikenal dengan sapaan Pak Dirdjo atau Pak Dhe -- salah seorang keturunan bangsawan dari Keraton Pakualaman Yogyakarta, putra dari Raden Mas Paku Soerdirdjo.
Pak Dirdjo-lah pendekar yang menobrak tradisi tabu itu. Beliau sengaja menuliskan ilmu silat yang diramunya itu dan kemudian dinamakan aliran silat Perisai Diri. Di dalam buku itu, lengkap dengan foto-foto tentang gerakan teknik silat dan dijual kepada umum pada tahun 1976. Tujuannya hanya satu: berusaha memperkenalkan beladiri silat seluas-luasnya.
Beliau melakukan itu untuk membuktikan bahwa ilmu silat adalah warisan budaya Bangsa Indonesia yang mampu bersaing dengan ilmu beladiri asing lainnya yang berasal dari Jepang, Korea, maupun Cina yang kala itu berkembang pesat di Indonesia. Silat harus dikembangkan dan dicintai oleh Bangsa Indonesia . Jangan sampai silat tidak berkembang karena terkungkung tradisi tabu dan ketradisionalannya.
Upaya Pak Dirdjo itu membuahkan hasil. Silat Perisai Diri akhirnya bukan hanya berkembang di kampung-kampung, namun telah merambah ke kampus-kampus perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah. Silat Perisai Diri telah mampu mengubah pandangan masyarakat dari silat yang dianggap “kampungan” menjadi silat “kampusan”.
Perisai Diri tercatat sebagai perguruan silat yang menggelar kejuaraan antar perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 1975. Setelah itu secara rutin Perisai Diri menggelar kejuaraan nasional antar-perguruan tinggi. Dan hingga tahun 2004 lalu, Perisai Diri telah melaksanakan kejuaraan nasional silat Perisai Diri untuk yang ke-23 kalinya!
Itulah gerakan-gerakan beladiri silat. Buku itu seolah mengungkap tuntas sebuah jurus ilmu silat yang oleh banyak perguruan saat itu dianggap amat sangat rahasia dan tabu untuk diperlihatkan orang lain selain murid-muridnya.
Tetapi, di toko itu, pada tahun 1977; bukan hanya satu jurus yang dideretkan di rak tersebut. Ada beberapa buku lain yang berjudul seperti Burung Kuntul, Burung Garuda, dan Harimau. Siapa gerangan pendekar yang berani melanggar tradisi tabu perguruan silat itu?
Dialah Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo – yang kemudian dikenal dengan sapaan Pak Dirdjo atau Pak Dhe -- salah seorang keturunan bangsawan dari Keraton Pakualaman Yogyakarta, putra dari Raden Mas Paku Soerdirdjo.
Pak Dirdjo-lah pendekar yang menobrak tradisi tabu itu. Beliau sengaja menuliskan ilmu silat yang diramunya itu dan kemudian dinamakan aliran silat Perisai Diri. Di dalam buku itu, lengkap dengan foto-foto tentang gerakan teknik silat dan dijual kepada umum pada tahun 1976. Tujuannya hanya satu: berusaha memperkenalkan beladiri silat seluas-luasnya.
Beliau melakukan itu untuk membuktikan bahwa ilmu silat adalah warisan budaya Bangsa Indonesia yang mampu bersaing dengan ilmu beladiri asing lainnya yang berasal dari Jepang, Korea, maupun Cina yang kala itu berkembang pesat di Indonesia. Silat harus dikembangkan dan dicintai oleh Bangsa Indonesia . Jangan sampai silat tidak berkembang karena terkungkung tradisi tabu dan ketradisionalannya.
Upaya Pak Dirdjo itu membuahkan hasil. Silat Perisai Diri akhirnya bukan hanya berkembang di kampung-kampung, namun telah merambah ke kampus-kampus perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah. Silat Perisai Diri telah mampu mengubah pandangan masyarakat dari silat yang dianggap “kampungan” menjadi silat “kampusan”.
Perisai Diri tercatat sebagai perguruan silat yang menggelar kejuaraan antar perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 1975. Setelah itu secara rutin Perisai Diri menggelar kejuaraan nasional antar-perguruan tinggi. Dan hingga tahun 2004 lalu, Perisai Diri telah melaksanakan kejuaraan nasional silat Perisai Diri untuk yang ke-23 kalinya!
Merantau
Pak Dirdjo yang lahir pada 8 Januari 1913 ini sudah terlihat bakat yang
menonjol dalam kemahirannya menguasai beladiri silat pada usia
kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, misalnya, ia telah mampu menguasai ilmu
silat yang diajarkan di lingkungan Paku Alaman bahkan mampu pula melatih
silat rekan-rekan sepermainannya.
Tampaknya Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman oleh rekan-rekannya, tidak puas dengan ilmu silat yang ditelah didapatkannya di lingkungan tembok istana Paku Alaman itu. Setelah menamatkan HIK (Hollands Inlandsche Kweekchool -- sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama jurusan guru pada masa itu) di Yogyakarta, Pak Dirdjo yang berusia 16 tahun mulai merantau untuk memperluas pengalaman hidupnya.
Pak Dirdjo melangkahkan kakinya ke arah Timur. Ia menuju Jombang di Jawa Timur. Di sana ia berguru kepada Bapak Hasan Basri dalam ilmu silat, dan belajar ilmu keagamaan dan ilmu lainnya di Pondok Tebu Ireng. Untuk membiayai keperluan hidupnya, ia bekerja di Pabrik Gula Peterongan.
Setelah merasa cukup berguru di Jombang , ia melangkahkan kakinya menuju ke Barat ke kota Solo di Jawa Tengah. Di kota ini ia berguru kepada Bapak Sayid Sahab dalam bidang ilmu silat. Di samping itu ia juga melengkapi ilmunya dengan berguru kepada kakeknya sendiri Ki Jogosurasmo.
Pemuda Soebandiman ini belum puas mereguk ilmu. Ia kembali berguru ke Bapak Soegito yang beraliran silat Setia Saudara (SS). Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan pemuda ini masih belum merasa puas dengan apa yang telah ia miliki. Soebandiman alias Pak Dirjo muda ini meneruskan berguru ke Pondok Randu Gunting di Semarang, ia masih melengkapi ilmu silatnya ke Kuningan di daerah Cirebon , Jawa Barat. Semua ilmu yang didapatnya itu diolah dan melebur dalam dirinya.
Setelah merasa cukup, pemuda yang telah dewasa ini menetap di Banyumas dan mendirikan perguruan silat Eka Kalbu (Eka yang berarti satu hati). Dalam pergaulannya di kalangan ahli beladiri di Banyumas, pemuda ini bertemu dengan seorang suhu bangsa Tionghoa, Yap Kie San, yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie.
Sekali lagi, pemuda yang haus ilmu itu berteman dan berguru kepada Yap Kie San. Selama 14 tahun pemuda ini berguru kepada Yap Kie San. Ada enam saudara perguruannya yang bertahan lama diasuh oleh Suhu Yap Kie San. Empat adalah bangsa Tionghoa, dan dua lainnya dari Jawa yaitu Pak Broto Sutarjo, dan Pak Dirdjo.
Dalam masa perguruannya itu, Suhu Yap Kie San menilai Pak Dirdjo sebagai pemuda yang berbakat. Suhu Yap Kie San menghadiahi Pak Dirdjo sepasang pedang sebagai symbol kecintaan guru kepada murid terkasihnya.
Bak kata pepatah, sejauh-jauhnya burung terbang nanti akan kembali ke sarangnya juga; demikian pula Pak Dirdjo. Beliau akhirnya kembali ke Yogyakarta . Di Kota Budaya ini Pak Dirdjo diminta mengajar ilmu silat di Taman Siswa, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantoro yang juga pamannya.
Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa, sebab ia harus bekerja di Pabrik Gula Plered di kawasan Yogyakarta juga. Di pabrik gula ini ia menduduki jabatan Magazie Meester.
Lalu pada tahun 1947-1948, berkat pertolongan dari Bapak Djumali yang bekerja di Departemen Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan silat itu, Pak Dirdjo kemudian mengajar Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Jelas saja para muridnya adalah para mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo kala itu seperti Mas Dalmono (Ir Dalmono – kabar terakhir ia belajar dan kemudian bekerja di Rusia), Mas Suyono Hadi (Prof DR Suyono Hadi – telah meninggal dunia dan bekerja sebagai dokter dan dosen Universitas Padjadjaran Bandung), serta Mas Bambang Moediono alias Mas Whook.
Ketika tahun 1953 Pak Dirdjo mulai pindah ke Surabaya berkaitan dengan tugasnya sebagai pegawai negeri di Kantor Kebudayaan Jawa Timur Urusan Pencak Silat, maka murid-muridnya di Yogyakarta yang berlatih di UGM maupun di luar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah bernama Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia (HPPSI) dengan diketuai oleh Mas Dalmono.
Sementara itu di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Baru pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo dibantu Pak Imam Ramelan secara resmi menamakan silat yang diajarkan dengan nama Perisai Diri. Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai Silat Perisai Diri.
Di sisi lain, perguruan Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo secara alami murid-muridnya masih berhubungan dengan Pak Dirdjo. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta . Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Para murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bias dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Tampaknya Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman oleh rekan-rekannya, tidak puas dengan ilmu silat yang ditelah didapatkannya di lingkungan tembok istana Paku Alaman itu. Setelah menamatkan HIK (Hollands Inlandsche Kweekchool -- sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama jurusan guru pada masa itu) di Yogyakarta, Pak Dirdjo yang berusia 16 tahun mulai merantau untuk memperluas pengalaman hidupnya.
Pak Dirdjo melangkahkan kakinya ke arah Timur. Ia menuju Jombang di Jawa Timur. Di sana ia berguru kepada Bapak Hasan Basri dalam ilmu silat, dan belajar ilmu keagamaan dan ilmu lainnya di Pondok Tebu Ireng. Untuk membiayai keperluan hidupnya, ia bekerja di Pabrik Gula Peterongan.
Setelah merasa cukup berguru di Jombang , ia melangkahkan kakinya menuju ke Barat ke kota Solo di Jawa Tengah. Di kota ini ia berguru kepada Bapak Sayid Sahab dalam bidang ilmu silat. Di samping itu ia juga melengkapi ilmunya dengan berguru kepada kakeknya sendiri Ki Jogosurasmo.
Pemuda Soebandiman ini belum puas mereguk ilmu. Ia kembali berguru ke Bapak Soegito yang beraliran silat Setia Saudara (SS). Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan pemuda ini masih belum merasa puas dengan apa yang telah ia miliki. Soebandiman alias Pak Dirjo muda ini meneruskan berguru ke Pondok Randu Gunting di Semarang, ia masih melengkapi ilmu silatnya ke Kuningan di daerah Cirebon , Jawa Barat. Semua ilmu yang didapatnya itu diolah dan melebur dalam dirinya.
Setelah merasa cukup, pemuda yang telah dewasa ini menetap di Banyumas dan mendirikan perguruan silat Eka Kalbu (Eka yang berarti satu hati). Dalam pergaulannya di kalangan ahli beladiri di Banyumas, pemuda ini bertemu dengan seorang suhu bangsa Tionghoa, Yap Kie San, yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie.
Sekali lagi, pemuda yang haus ilmu itu berteman dan berguru kepada Yap Kie San. Selama 14 tahun pemuda ini berguru kepada Yap Kie San. Ada enam saudara perguruannya yang bertahan lama diasuh oleh Suhu Yap Kie San. Empat adalah bangsa Tionghoa, dan dua lainnya dari Jawa yaitu Pak Broto Sutarjo, dan Pak Dirdjo.
Dalam masa perguruannya itu, Suhu Yap Kie San menilai Pak Dirdjo sebagai pemuda yang berbakat. Suhu Yap Kie San menghadiahi Pak Dirdjo sepasang pedang sebagai symbol kecintaan guru kepada murid terkasihnya.
Bak kata pepatah, sejauh-jauhnya burung terbang nanti akan kembali ke sarangnya juga; demikian pula Pak Dirdjo. Beliau akhirnya kembali ke Yogyakarta . Di Kota Budaya ini Pak Dirdjo diminta mengajar ilmu silat di Taman Siswa, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantoro yang juga pamannya.
Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa, sebab ia harus bekerja di Pabrik Gula Plered di kawasan Yogyakarta juga. Di pabrik gula ini ia menduduki jabatan Magazie Meester.
Lalu pada tahun 1947-1948, berkat pertolongan dari Bapak Djumali yang bekerja di Departemen Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan silat itu, Pak Dirdjo kemudian mengajar Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Jelas saja para muridnya adalah para mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo kala itu seperti Mas Dalmono (Ir Dalmono – kabar terakhir ia belajar dan kemudian bekerja di Rusia), Mas Suyono Hadi (Prof DR Suyono Hadi – telah meninggal dunia dan bekerja sebagai dokter dan dosen Universitas Padjadjaran Bandung), serta Mas Bambang Moediono alias Mas Whook.
Ketika tahun 1953 Pak Dirdjo mulai pindah ke Surabaya berkaitan dengan tugasnya sebagai pegawai negeri di Kantor Kebudayaan Jawa Timur Urusan Pencak Silat, maka murid-muridnya di Yogyakarta yang berlatih di UGM maupun di luar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah bernama Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia (HPPSI) dengan diketuai oleh Mas Dalmono.
Sementara itu di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Baru pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo dibantu Pak Imam Ramelan secara resmi menamakan silat yang diajarkan dengan nama Perisai Diri. Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai Silat Perisai Diri.
Di sisi lain, perguruan Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo secara alami murid-muridnya masih berhubungan dengan Pak Dirdjo. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta . Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Para murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bias dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Berbahasa Indonesia
Segala teknik silat Perisai Diri ditulis dalan bahasa Indonesia yang
baku . Hal itulah yang menjadikan Perisai Diri lebih mudah diterima oleh
kalangan terdidik seperti mahasiswa. Penulisan teknik dalam bahasa
Indonesia baku sebenarnya harus diakui sebagai langkah maju tersendiri
dibandingkan perguruan lain yang masih berkutat dengan bahasa daerah
asal perguruan itu berkembang.
Bahkan dengan nasionalismenya itu, Perisai Diri akhirnya bisa diterima
di semua kalangan beragam suku, agama, maupun strata sosial. Dapat
dipelajari oleh seluruh penduduk Indonesia yang tinggal di 17.000 pulau.
Motto Perisai Diri “Pandai Bersilat Tanpa Cedera” yang juga bermakna
pandai beladiri tanpa cedera, makin membuat beladiri ciptaan Pak Dirdjo
bisa dipahami dengan logika. Pecinta beladiri akan mengerti bahwa
seorang ahli beladiri memang sulit untuk dicederai lawan. Bisa juga
berarti dalam berlatih pun ia tidak akan cedera karena kesalahan
sendiri.
Unsur kecepatan dalam beladiri menjadi pegangan Pak Dirdjo. Ia
mewajibkan para muridnya mampu melakukan gerakan silat minimal dua gerak
dalam satu detik. Gerakan itu bisa berupa serangan, hindaran, tolakan,
tebangan, ataupun paduan unsur-unsur itu. Jadilah Perisai Diri
menciptakan gaya silat SATU DETIK DUA GERAK.
Istilah satu detik dua gerak itu semula dianggap sepele oleh banyak
pendekar maupun pecinta silat. Akan tetapi semakin mereka banyak
menyaksikan pertandingan silat yang mulai digelar sejak 1970-an, para
pendekar silat maupun pecandu beladiri lain semakin memahami misteri
kata “satu detik dua gerak” tersebut. Hanya seorang ahli beladiri nan
piawai saja yang mampu bergerak secepat itu.
Sementara diakui atau tidak, nama-nama teknik silat Perisai Diri kini
sudah diadopsi di kancah persilatan. Istilah tendangan Sabit, kemudian
tendangan T (baca TE), bahkan sapuan; misalnya, sudah menjadi bukti
bahwa keinginan Pak Dirdjo terwujud. Istilah itu dipakai di dunia
persilatan. Bila kemudian ada beberapa perguruan baru muncul dengan
menggunakan teknik Perisai Diri, itupun tidak pernah dipermasalahkan.
Mungkin, para murid Pak Dirdjo pun -- tanpa setahu mereka --, kini
memiliki lebih banyak saudara perguruan karena menyerap ilmu yang sama
dengan nama perguruan yang berbeda.
Ada 19 macam teknik tangan kosong yang disebut teknik asli di Perisai
Diri seperti Jawa Timuran, Minangkabau, Betawen, Cimande, Burung Mliwis,
Burung Kuntul, Burung Garuda, Kuda Kuningan, Lingsang, Harimau, Naga,
Satria Hutan, Satria, Pendeta, Putri Bersedia, Putri Sembahyang, Putri
Berhias, dan Putri Teratai.
Bukan melulu teknik tangan kosong, para murid pun diajari berbagai
senjata mulai dari pisau, pedang, toya, senjata lempar, sampai dengan
pengembangan dari senjata-senjata itu seperti rantai, cambuk, tombak,
dan lain-lainnya.
Pak Dirdjo selalu berpesan kepada murid-muridnya agar menguasai ilmu
silat haruslah dengan cara mendaki dan memanjat, bukan dengan melompat.
Untuk memahami ilmu silat memang memerlukan kerajinan, ketekunan,
kesungguhan, dan disiplin.
Pak Dirdjo wafat usia 70 tahun, ditunggui para muridnya di Surabaya pada
9 Mei 1983. Pada tahun 1986, beliau mendapat gelar Pendekar Purna Utama
dari Pemerintah Republik Indonesia .
Niat Pak Dirdjo untuk mengembangkan silat akhirnya tercapai juga.
Meskipun ia belum bisa menikmati kejayaan murid-muridnya di arena
beladiri silat, namun secara pasti teknik Perisai Diri ciptaannya telah
merajai di beberapa pertandingan silat secara internasional.
Nama-nama seperti Joko Widodo, Herina (asal Yogyakarta), Tony Widya
(Jakarta), Tri Wahyuni (Malang), Wadiah (Mataram), Suryanto, Samiaji
(Bandung), A Triya (Surabaya), mampu malang melintang di kejuaraan
internasional pencak silat sejak kejuaraan internasional itu digelar
tahun 1987 hingga 1995.
Keharuman nama Perisai Diri masih dilanggengkan oleh pesilat Made Arya
Damayanti, Ayu Ariati, Ni Nyoman Suparniti, dan I Nyoman Yamadhiputra (
Bali ) pada periode 1995 - 2005. Arena nasional hingga dunia mereka
jelajahi dengan teknik Perisai Diri dengan memperoleh medali emas.
Pendekar pendobrak tradisi tabu itu pula yang akhirnya mampu meyakinkan
orang-orang Eropa seperti Belanda (1970), Jerman (1983), Inggris, Swiss
(1999), Hongaria, Australia (1979), Amerika Serikat (2000), Thailand
(1995), Filipina (1995), bahkan Jepang (1996) untuk mempelajari Silat
Perisai Diri. Silat mudah diterima, bisa dilogika. Silat sudah mendunia.
Lagi-lagi, di luar Indonesia, murid-murid Pak Dirdjo di Eropa, Amerika,
dan Australia mampu menunjukkan bahwa beladiri khas Indonesia itu mampu
mengibarkan benderanya di pertarungan antar-aliran beladiri di sana.
Tidak mengherankan jika penulis aliran beladiri seperti Donn F Draeger
menulis silat Perisai Diri dalam bukunya The Weapons and Fighting Arts
of Indonesia pada tahun 1972. Akan tetapi ia belum puas. Jika dalam buku
pertamanya ia menulis beberapa gaya perguruan pencak silat di
Indonesia; maka ia kembali mengupas lebih dalam untuk silat Perisai Diri
pada buku keduanya yang berjudul: Javanese Silat: The Fighting Art of
Perisai Diri pada tahun 1978.
Penjelasan secara detil disertai bukti praktik dalam bersilat yang
ditunjukkan Pak Dirdjo yang membuat Draeger bertekuk-lutut mengakui
bahwa Perisai Diri memang layak mendapat tempat khusus. Foto-foto Pak
Dirdjo dalam bersilat ditemani para muridnya di Surabaya memenuhi
halaman buku keduanya tersebut.
Tidak berlebihan jika saat ia dipanggil Tuhan Yang Maha Esa, jumlah
muridnya yang tersebar di Indonesia dan beberapa negara telah mencapai
50.000 lebih sehingga menempatkan Perisai Diri sebagai salah satu
perguruan besar di antara 800 perguruan silat di Indonesia. (***)
Materi Latihan
- Serang Hindar
Metode Dasar praktis yang menjadi ciri silat Perisai Diri adalah Metode
serang hindar yang sudah mulai diajarkan sejak Tingkat Dasar I. Metode
ini mengajarkan cara menyerang dan cara menghindar yang paling efisien,
cepat, tepat, tangkas, deras. dan Bijaksana. metode latihan ini dengan
cara berhadapan langsung dengan lawan dan dilakukan secara bergantian
dalam menyerang atau menghindar dalam satu aba2 pelatih. Hal ini
memudahkan siswa dalam berlatih dan memahami tekhnik2 silat.
- Tekhnik Kombinasi
Tekhnik Kombinasi merupakan tekhnik2 silat Perisai Diri yang merupakan
perpaduan dari berbagai perguruan silat di seluruh Indonesia yang
meliputi dari 156 aliran.
- Tekhnik Asli
Sedangkan Tekhnik asli sebagian besar lebih banyak digali dari aliran
siauwe liem sie yang dengan kretivitas Pak Dirdjo gerakan maupun
implementasinya lebih dijiwai oleh karakter Silat Indonesia. adapun
disebut Asli karena mempunyai keunikan dan kerangka sendiri yang
merupakan Gabungan dari berbagai aliran.
Hirarki Tekhnik Asli Perisai Diri :
- Tekhnik Minangkabau
- Tekhnik Burung Meliwis
- Tekhnik Burung Kuntul
- Tekhnik Burung Garuda
- Tehknik Harimau
- Tekhnik Naga
- Tekhnik Satria
- Tekhnik Pendeta
- Tekhnik Putri
- Senjata
Metode Latihan Menggunakan Senjata, diharapkan setiap sisa dapat
menggunakan setiap benda di sekitar menjadi alat bantu dalam membela
Dirinya sendiri.
Senjata Wajib di Perguruan Perisai Diri ada 3 macam yaitu Pisau, Pedang, dan Toya.
- Tekhnik Pernapasan
Metode latihan Perisai Diri dalam Olah Napas, sehingga diharapkan siswa
bisa mengembangkan latihan olah napas agar bisa digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
Organisasi PD
Silat Perisai Diri atau yang lebih dikenal PD berdiri pada tanggal 2 juli 1955 oleh Raden Mas Soebandiman Dirjtoatmodjo di Surabaya.
Perkembangan Silat Perisai Diri
Sejak awal berdirinya, silat Perisai Diri berfokus untuk mengembangkan
organisasinya di seluruh Indonesia, terutama di bidang institusi
pendidikan dan instansi pemerintah. Di tingkat remaja, silat Perisai
Diri berkembang di sekolah-sekolah tingkat SD, SLTP dan SLTA di
Indonesia. Sementara di tingkat lanjutan, silat Perisai Diri menyebar di
universitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
1. Cabang Komisariat
Surabaya, DKI jakarta, Australia, United Kingdom
2. Wilayah/Instansi/Perguruan tinggi
Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat, Tangerang, Bekasi, Depok, PT. PLN, Univ.Indonesia, Univ. Trisakti
3. Ranting Sekolah
SMP 47, SMU 68, SMP LabSchool, etc.
PERISAI DIRI DKI Jakarta
Alamat :
Jl salemba Tegalan IF No.17,
Rt 012/05, Jakarta Timur
085691224454 / 087788016616 (Ricardo)
081574727447 (Sami Sugeng)
Email:
ricardo_ngacir@yahoo.com
cardo.ngacir@gmail.com
'untuk keterangan lebih lanjut mengenai organisasi Silat Perisai Diri,
silahkan menghubungi contact diatas ... '
Hasil yang didapat dari pengembangan ini ternyata membawa dampak yang
positif. Berawal dari pengembangan di universitas seluruh Indonesia,
kini Perisai Diri telah tersebar di penjuru dunia. Hal ini dikarenakan
para pelatih
Perisai Diri yang bertugas di luar negeri dalam waktu yang lama,
sehingga membuka tempat latihan di negara tempat mereka bertugas. Hingga
saat ini, Perisai Diri telah tersebar di Australia, Jerman, United
Kingdom, Amerika, Belanda, Jepang, Switzerland dan Belgia.
1. Pengurus Pusat membawahi Cabang dan komisariat Luar Negeri.
2. Pengurus Cabang dan Komisariat Luar Negeri membawahi Wilayah,
Instansi dan Perguruan Tinggi.
3. Pengurus wilayah membawahi ranting
‘Belajar Silat Tanpa Cedera’ adalah
moto Perisai Diri, sejak didirikan tahun 1955. Metode yang diajarkan di
desain untuk menghindari cedera di saat latihan.
Struktur Organisasi
Mengingat target pengembangan latihan yang luas, Perisai Diri telah
membuat struktur keorganisasian dari tingkat pusat hingga tingkat
terkecil (ranting). Pengurus Pusat Perisai Diri bertempat di Surabaya
dan saat ini diketuai oleh Ir. Nanang Soemindarto. Struktur
keorganisasian Perisai Diri adalah:
Surabaya, DKI jakarta, Australia, United Kingdom
2. Wilayah/Instansi/Perguruan tinggi
Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat, Tangerang, Bekasi, Depok, PT. PLN, Univ.Indonesia, Univ. Trisakti
3. Ranting Sekolah
SMP 47, SMU 68, SMP LabSchool, etc.
Alamat :
*Contact Person Pelatih PD (PD Coach)
Phone Mobile :081574727447 (Sami Sugeng)
cardo.ngacir@gmail.com
silahkan menghubungi contact diatas ... '
Artikel Silat
PERISAI DIRI
Untuk
ANAK USIA REMAJA
Beraktivitas, Berolahraga Dan Berprestasi
Akan Memacu Perkembangan Remaja
Untuk Menjadi Manusia Yang Lebih Baik
antara Remaja, Olahraga dan Budaya
Usia 13 - 18 tahun, adalah waktu yg
penting bagi anak untuk melakukan berbagai kegiatan dalam berolah raga.
Pada masa tersebut, sangat penting bagi setiap anak untuk diperkenalkan
ke berbagai macam olah raga, seperti: basket, renang, volley, bela diri
dan atletik, agar mereka dapat menemukan olah raga yang mereka senangi.
Selain itu, Pencak Silat sebagai salah
satu budaya bangsa Indonesia, telah didukung oleh pemerintah dalam
perkembangan-nya. Melalui IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia),
pemerintah ingin agar perkembangan budaya ini dapat disebarkan di dalam
dan luar negeri semaksimal mungkin.
‘Di satu sisi, remaja memerlukan
aktifitas olah raga dalam memenuhi kebutuhan fisiknya. Di sisi lain,
pemerintah ingin agar Pencak Silat sebagai budaya bangsa berkembang di
dalam dan luar negeri. Titik temu untuk mendukung kedua hal tersebut,
adalah dengan memasyarakatkan Pencak Silat di kalangan remaja melalui
institusi pendidikan, agar menghasilkan remaja yang sehat dan cerdas,
yang memiliki bekal budaya yang baik, sehingga dapat menjadi duta bangsa
apabila mereka memiliki kesempatan untuk belajar atau bekerja di luar
negeri’.
Mengapa Beladiri ?
Selain itu, anak dalam usia tersebut pada
umumnya mulai mencari kegiatan yang dapat merangsang perkembangan
aggresifitas mereka. Mereka juga akan berusaha untuk meraih suatu
prestasi dalam hal olah raga. Bagi mereka, untuk bisa melakukan sesuatu
yang lebih baik dari yang lain adalah sesuatu yang bisa dibanggakan,
sehingga dapat menambah rasa percaya diri mereka dalam bersosialisasi di
sekolah.
Pada usia tersebut pula, anak memerlukan
kegiatan olah raga secara rutin, yang dapat memompa peredaran darah dan
oksigen ke otak. Saat berolah raga, darah akan mengalir berputar ke
seluruh tubuh, sang anak akan merasakan lelah setelah latihan, yang
kemudian dilanjutkan dengan istirahat pada malam harinya, diikuti dengan
kesegaran fisik dan fikiran di pagi harinya di waktu mereka melakukan
kegiatan belajar di sekolah.
Apa Manfaat Belajar Silat?
Judul di atas pernah menjadi pertanyaan yang dilontarkan seorang remaja putri kepada seorang tokoh silat nasional kita. Saya merasa tertarik untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi baru sekarang berhasil menyusunnya dalam bentuk artikel.
Tidak saja bagi para remaja yang sedang mengalami perubahan jasmani dan rohani yang pesat, melainkan bagi semua golongan usia termasuk orang-orang tua, belajar silat mendatangkan manfaat yang besar, minimal untuk memelihara kesehatan dan kesegaran jasmani.
Demikian pula dalam penggunaan dan penerapannya, beladiri tidak selalu digunakan untuk menjaga diri dalam suatu perkelahian, karena di jaman sekarang tidak semua orang suka berkelahi. Akan tetapi beladiri silat berguna pula untuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari di rumah. Contohnya : Apabila kamu menguasai silat, kamu tidak akan terjatuh dengan parah bila terpeleset. Mungkin saja kamu terjatuh, akan tetapi karena refleks hasil latihan sehari-hari, kamu mampu menolong dirimu sendiri pada saat yang tepat. Berikut ini kita coba untuk menganalisa segala manfaat belajar beladiri silat.
Silat sebagai Olahraga
Sebagai salah satu cabang olahraga pada umumnya dan beladiri khususnya, beladiri silat merupakan rangkaian dari gerakan-gerakan badan menurut sistem dan metoda tertentu.
Telah kita ketahui bersama olahraga adalah salah satu cara terbaik untuk memelihara kesehatan jasmani. Silat sebagai salah satu alat berolahraga pun memiliki cara-cara khusus dalam membina kesehatan jasmani. Dengan melakukan teknik tertentu, selain gerakan pemanasan pada umumnya yang ada pada tiap cabang olahraga, silat melatih otot-otot. Demikian pula dengan cara tertentu, silat melatihmu menjadi lebih peka pendengaran dan lebih awas penglihatan, bila dibanding dengan cabang olah raga lain. Selanjutnya, dengan gerakan dan teknik-teknik tertentu pula kamu bisa melatih otot-otot leher serta persendiran tubuh.
Untuk menguatkan alat-alat dalam tubuh kita, termasuk bagaimana cara menambah kesehatan jantung dan paru-paru, kamu akan dilatih pernapasan. Jadi, khusus bagi alat-alat tubuh kita bagian dalam, bukan hanya gerakan tubuh yang menguatkannya, melainkan (dan terutama sekali) latihan bernapas khusus yang baik. Tentu saja hal ini dilatih secara bertahap, tetapi semakin meningkat. Dalam silat ada tahap-tahap tertentu, di mana diajarkan hal-hal yang berhubungan dengan pernapasan tersebut.
Pengertian tentang latihan-latihan yang dapat menguatkan otot-otot, janganlah diarti kan sebagai latihan untuk membesarkan otot. Otot yang kuat tidaklah berarti sama dengan otot yang besar, atau sebaliknya, otot yang besar belum bisa diartikan otot yang mengandung tenaga besar dan kuat. Teknik-teknik tertentu di dalam beladiri silat yang melatih kecepatan dan kelincahan tubuh, jarang sekali membuat otot seseorang menjadi bertonjolan. Bahkan, makin sempurna dan tinggi teknik silat seseorang (termasuk ilmu pernapasan nya), makin sulit orang awam menebaknya sebagai seorang yang ber “isi”. Selain itu, makin sulit pula orang mengira kita menguasai beladiri. Mengapa demikian?! Justru karena otot-otot kita yang tidak tampak menonjol !
Oleh sebab itu, diharapkan kalian terutama remaja putri tidak apriori, bahwa kalau kita belajar silat kelak jadi “kayak cowok”. Contoh remaja putri yang menguasai beladiri silat tapi tak tampak dari luar itu, ialah Anne Rufaidah, gadis Bandung yang pernah menyandang gelar Puteri Remaja Indonesia 1980. Ia salah seorang gadis remaja (waktu itu) yang diam-diam memiliki “kekuatan terpendam”. Dan banyak lagi remaja putri seperti Anne yang tidak berotot layaknya binaragawan. Ia justru nampak halus dan luwes sebagai gadis remaja biasa.
“Akh, buat apa capek-capek!” mungkin demikian pula komentar kalianm, akan tetapi soal capek kiranya apa saja yang menjadi pekerjaan kita yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menyebabkan kita capek secara fisik, namun tidak secara psikhis. Mengingat tujuannya yang baik, apalagi bila dilakukan dengan gembira, soal capek dapat diatasi dan boleh diabaikan.
Silat sebagai Seni Beladiri Yang Bermutu
Pengertian seni beladiri di sini jangan diasosiasikan dengan seni tari. Walau pun antara keduanya ada persamaan, yakni sama-sama mengandung unsur keindahan gerak dari seluruh tubuh yang harmonis. Kesenian itu menggugah kehalusan dan kepekaan jiwa seseorang. Lalu di manakah letak seninya Silat? Dalam silat yang nyeni bukan saja karena segi miripnya kepada Tarian (dengan adanya kembangan), akan tetapi dilihat dari segi harmonisnya gerakan-gerakan silat itu sendiri. Keselarasan gerakan tubuh dan anggota tubuh pesilat yang menyentuh hati si penonton, menimbulkan rasa kagum orang yang memandang.
Hal ini dapat dilihat para rangkaian gerak yang disebut dengan JURUS dalam Pencak Silat dan Karate (Kata). Jadi, bukan saja keluwesan geraknya yang dianggap “nyeni”, melainkan juga saat pesilat mengerahkan tenaganya, saat ia menampilkan kelincahan dan kegesitannya. Bagaimana ia menyesuaikan irama gerakan-gerakannya, seperti : bagaimana ia memperlambat gerakan-gerakannya pada saat ia melakukan “sikap-sikap” tertentu, bagaimana ia mempercepat gerakan-gerakannya waktu ia menyerang dengan tangan dan kakinya, serta bagaimana pula ia memperagakan gerakan- gerakan menghindar dengan lincah dan ringan.
Dalam Pencak Silat, baik yang berasal dari Jawa Barat (Ibingan), Jawa Tengah maupun dari Tanah Minang, tampak adanya penggabungan seni tari daerah masing-masing dengan tipu-tipu Pencak Silat, sehingga kita lihat “Kembangan” atau “Ibingan” tadi agak mirip dengan tarian-tarian daerah tersebut di atas (Ingat Jaipongan!). Konon, penyamaran beladiri silat ke dalam seni tari daerah, merupakan suatu upaya para Pendekar di jaman penjajahan untuk melestarikan beladiri silat yang diwarisi dari para guru dan leluhurnya.
Manakah yang disebut “Jurus” atau “Kembangan” itu? Kedua istilah itu merupakan rangkaian gerakan-gerakan beladiri yang disusun sesuai dengan aturan dari aliran atau perguruan silat yang menyusunnya. Di dalamnya tercakup gerakan-gerakan menyerang, menghindar maupun bersikap sesuai dengan ajaran-ajaran perguruan silat masing-masing.
“Seni” ini bagi setiap orang tidaklah sama keindahannya, sebagaimana tidak setiap orang punya penghargaan yang sama terhadap lagu-lagu klasik, pop, rap atau dangdut misalnya.
Silat sebagai Alat Bela Diri
Silat sebagai alat bela diri merupakan pengetahuan yang bermutu tinggi. Silat tidak terbatas, baik dalam melakukan serangan, maupun tangkisan. Dari kepala, bahu, siku, lengan, tapak tangan, jari tangan, punggung, pinggang, pantat, paha, lutut, tulang kering, mata kaki, tumit, jari kaki semuanya mendapat jatah latihan secara khusus. Dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki dapat digunakan sebagai senjata terdekat dan ampuh. Menurut para ahli, air liur dan rambut pun bisa dipakai sebagai alat bela diri yang efektif.
Silat berusaha memenuhi tuntutan : “Menyerang semaksimal mungkin dengan resiko sekecil mungkin bagi diri sendiri” (bandingkan dengan Ilmu Ekonomi). Singkatnya, dengan apa yang ada kita gunakan untuk membela diri, jadi harus praktis dan ekonomis !
Seorang pesilat diajar dan dilatih menggunakan senjata. Ia harus mengerti sifat-sifat senjata yang paling sederhana, seperti : Pisau, Pedang, Golok dan Toya (istilah silat untuk tongkat panjang yang disesuaikan dengan tinggi pesilat). Kemudian ia pun diberi pengetahuan tentang senjata-senjata lain. Dari sinilah seorang pesilat mengembangkan pengetahuannya tentang senjata. Mana yang sesuai buat dirinya, serta benda-benda apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata saat ia terdesak. Contoh benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata, adalah tas, pasir, penggaris, pensil, sapu tangan, ikat pinggang, bahkan baju atau jacket pun atau buku dapat dipergunakan sebagai senjata “rahasia”.
Silat sebagai Alat Untuk Belajar Menguasai Diri
Umumnya, ilmu beladiri yang baik, mendidik murid-muridnya sanggup menguasai diri, menguasai emosinya. Demikian pula silat. Tak heranlah kita membaca atau mendengar ungkapan “Kalahkan dulu dirimu, sebelum mengalahkan orang lain” atau motto dari beladiri Kempo “Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman”. Semua itu menunjukkan pentingnya belajar menguasai diri. Pesilat dilarang untuk bertindak sewenang-wenang. Secara bertahap ia dilatih menguasai hawa nafsunya, karena memang yang paling sulit adalah bagaimana mengajar seseorang mampu menguasai dirinya.
Pesilat yang baik, harus sanggup mengalah kepada lawannya yang nyata-nyata jauh lebih unggul baik teknik dan prestasinya. Ia pantang melayani nafsunya untuk menang dengan berlaku curang! Ia harus berani mengakui kelebihan lawan dan melihat kekurangan dirinya.
Sifat-sifat baik yang diperolehnya dalam mempelajari beladiri silat, diharapkan tidak hanya berlaku di perguruannya saja, melainkan harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu membentuk rasa percaya diri yang tebal dan kepribadian kuat, sehingga segala tekanan dari luar dapat dihadapinya dengan tabah, rendah hati dan damai.
Seorang ahli beladiri yang baik memiliki perasaan yang halus dan rasa perikemanusiaan tinggi. Ia tidak enggan untuk memaafkan seseorang yang telah mengakui dan menyadari kesalahannya.
Silat sebagai Alat Untuk Mengasah Kecerdasan
Di sekolah dasar kita diajar berhitung/matematik, di sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas kita dilatih untuk berpikir lebih kritis, kemudian di perguruan tinggi kita diajar dan dilatih tentang hubungan-hubungan dalam suatu sistem/keseluruhan. Dalam belajar Silat, kita pun diajar dan dilatih berpikir kritis. Tetapi dengan cara yang khas silat. Kita harus memperhitungkan secara matang gerak-gerik lawan dan menjawab serangan lawan dengan reaksi yang cepat dan tepat. Sebab bila kita terlambat sedikit saja, akan fatal akibatnya bagi kita.
Ada beberapa persamaan antara belajar ilmu gaya dan belajar silat. Dalam silat kita memiliki rumus-rumus tertentu untuk menghindar, menyerang atau membalas suatu serangan, sehingga gerakan kita menjadi efektif dan efisien. Ada momen-momen dalam ilmu gaya yang dapat diterapkan dalam ilmu silat. Misalnya, bagaimana kita dapat menghindari serangan berupa pukulan dan tendangan yang lintasannya seperti lingkaran, sehingga kita berada di luar garis singgung lingkaran tersebut. Atau bagaimana kita menghindari serangan yang lintasannya lurus, yakni dengan bergerak sedikit ke samping dengan cara apa pun, sehingga serangan itu berlalu tanpa kita mengeluarkan tenaga banyak (hukum ekonomi).
Pengertian-pengertian ilmiah semacam inilah yang membuat ilmu beladiri silat menjadi menarik untuk dipelajari dan diselami, sebab Ilmu Silat sekaligus mengasah kecerdasan kita.
Perisai Diri International Championship (PDIC)
Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, pencak silat merupakan sebuah sistem budaya yang terkait dengan alam lingkungannya dan tak dapat terpisahkan dari derap langkah aktifitas manusia. Dalam perkembangannya, pencak silat sudah merambah keberbagai penjuru dunia dan sudah diakui secara Internasional. Hal tersebut membuktikan bahwa Pencak silat merupakan kegiatan yang dapat mempersatukan golongan masyarakat yang berbeda-beda.
Untuk itu
Diadakan Kejuaraan International yang diikuti oleh beberapa negara,
dimana setiap anggota Perisai Diri yang berada pada setiap negara dapat
mewakilkan negaranya sebagai bentuk dari rasa kebersamaan dan
kekeluargaan dari setiap anggota, kejuaraan international dilakukan
untuk membentuk mental dan disiplin setiap anggota yang berlatih
diseluruh dunia. Keikutsertaan setiap anggota pada PDIC dapat
meningkatkan kualitas dan kecerdasan setiap anggota dalam berlatih,
setiap anggota dapat mengukur kemampuan mereka di kejuaraan PDIC dan
untuk memotivasi setiap anggota untuk mempelajari lagi ilmu Perisai Diri
dengan berlatih secara tekun agar dapat mencapai kemampuan pada level
yang maksimal sesuai dengan bakat dan talenta yang dimiliki setiap
masing-masing anggot.
Perguruan
Perisai Diri sudah mengadakan kejuaraan international yang ke-6 yang
diadakan di Jakarta sebagai tuan rumah penyelegara kejuaraan
International dan akan diadakan berikutnya setiap 4 tahun sekali, PDIC
dilaksanakan di kota/negara yang disepakati untuk mengadakan kejuaraan
berikutnya.
Kejuaraan PDIC ke-6 Di Padepokan Pencak Silat Taman Mini, Jakarta
Kelas Private (Private Class)
Kelas Private Perisai Diri (Private Class)
Latihan bagi pemula yang berminat dan mau untuk berlatih silat Perisai Diri, kelas private dilakukan dan disesuaikan waktu peserta anggota yang ingin dilatih, penerimaan anggota dibuka untuk umum.*Untuk keterangan lebih lanjut hubungi contact person pelatih (*Organisasi PD)
Jumat, 20 Maret 2009
History
SEORANG mahasiswa tiba-tiba saja terkejut ketika melihat sebuah buku
bergambar orang dalam sikap beladiri di salah satu rak buku Toko Gunung
Agung, tepat di sisi pojok utara perempatan Tugu, di simpang empat Jalan
Jendral Sudirman-Jalan Diponegoro - Jl AM Sangaji – dan Jalan Pangeran
Mangkubumi, Yogyakarta. Toko buku itu, pada tahun 1977 merupakan
satu-satunya yang terbesar dan terlengkap di Kota Pelajar tersebut. Kini
(tahun 2008) toko buku tersebut sudah tidak ada lagi.
Rasa ingin tahunya mendorong ia membuka halaman demi halaman buku itu.
Di sana , di buku yang dipegangnya, terlihat dengan jelas aneka foto
segala gerak beladiri dalam keterangan bahasa Indonesia yang mudah
dimengerti. Foto-fotonya pun terpampang lugas sehingga dengan sekali
melihat, si pembaca akan tahu apa yang dimaksud dan dimaui dengan gerak
tersebut.
Itulah gerakan-gerakan beladiri silat. Buku itu seolah mengungkap tuntas sebuah jurus ilmu silat yang oleh banyak perguruan saat itu dianggap amat sangat rahasia dan tabu untuk diperlihatkan orang lain selain murid-muridnya.
Tetapi, di toko itu, pada tahun 1977; bukan hanya satu jurus yang dideretkan di rak tersebut. Ada beberapa buku lain yang berjudul seperti Burung Kuntul, Burung Garuda, dan Harimau. Siapa gerangan pendekar yang berani melanggar tradisi tabu perguruan silat itu?
Dialah Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo – yang kemudian dikenal dengan sapaan Pak Dirdjo atau Pak Dhe -- salah seorang keturunan bangsawan dari Keraton Pakualaman Yogyakarta, putra dari Raden Mas Paku Soerdirdjo.
Pak Dirdjo-lah pendekar yang menobrak tradisi tabu itu. Beliau sengaja menuliskan ilmu silat yang diramunya itu dan kemudian dinamakan aliran silat Perisai Diri. Di dalam buku itu, lengkap dengan foto-foto tentang gerakan teknik silat dan dijual kepada umum pada tahun 1976. Tujuannya hanya satu: berusaha memperkenalkan beladiri silat seluas-luasnya.
Beliau melakukan itu untuk membuktikan bahwa ilmu silat adalah warisan budaya Bangsa Indonesia yang mampu bersaing dengan ilmu beladiri asing lainnya yang berasal dari Jepang, Korea, maupun Cina yang kala itu berkembang pesat di Indonesia. Silat harus dikembangkan dan dicintai oleh Bangsa Indonesia . Jangan sampai silat tidak berkembang karena terkungkung tradisi tabu dan ketradisionalannya.
Upaya Pak Dirdjo itu membuahkan hasil. Silat Perisai Diri akhirnya bukan hanya berkembang di kampung-kampung, namun telah merambah ke kampus-kampus perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah. Silat Perisai Diri telah mampu mengubah pandangan masyarakat dari silat yang dianggap “kampungan” menjadi silat “kampusan”.
Perisai Diri tercatat sebagai perguruan silat yang menggelar kejuaraan antar perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 1975. Setelah itu secara rutin Perisai Diri menggelar kejuaraan nasional antar-perguruan tinggi. Dan hingga tahun 2004 lalu, Perisai Diri telah melaksanakan kejuaraan nasional silat Perisai Diri untuk yang ke-23 kalinya!
Itulah gerakan-gerakan beladiri silat. Buku itu seolah mengungkap tuntas sebuah jurus ilmu silat yang oleh banyak perguruan saat itu dianggap amat sangat rahasia dan tabu untuk diperlihatkan orang lain selain murid-muridnya.
Tetapi, di toko itu, pada tahun 1977; bukan hanya satu jurus yang dideretkan di rak tersebut. Ada beberapa buku lain yang berjudul seperti Burung Kuntul, Burung Garuda, dan Harimau. Siapa gerangan pendekar yang berani melanggar tradisi tabu perguruan silat itu?
Dialah Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo – yang kemudian dikenal dengan sapaan Pak Dirdjo atau Pak Dhe -- salah seorang keturunan bangsawan dari Keraton Pakualaman Yogyakarta, putra dari Raden Mas Paku Soerdirdjo.
Pak Dirdjo-lah pendekar yang menobrak tradisi tabu itu. Beliau sengaja menuliskan ilmu silat yang diramunya itu dan kemudian dinamakan aliran silat Perisai Diri. Di dalam buku itu, lengkap dengan foto-foto tentang gerakan teknik silat dan dijual kepada umum pada tahun 1976. Tujuannya hanya satu: berusaha memperkenalkan beladiri silat seluas-luasnya.
Beliau melakukan itu untuk membuktikan bahwa ilmu silat adalah warisan budaya Bangsa Indonesia yang mampu bersaing dengan ilmu beladiri asing lainnya yang berasal dari Jepang, Korea, maupun Cina yang kala itu berkembang pesat di Indonesia. Silat harus dikembangkan dan dicintai oleh Bangsa Indonesia . Jangan sampai silat tidak berkembang karena terkungkung tradisi tabu dan ketradisionalannya.
Upaya Pak Dirdjo itu membuahkan hasil. Silat Perisai Diri akhirnya bukan hanya berkembang di kampung-kampung, namun telah merambah ke kampus-kampus perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah. Silat Perisai Diri telah mampu mengubah pandangan masyarakat dari silat yang dianggap “kampungan” menjadi silat “kampusan”.
Perisai Diri tercatat sebagai perguruan silat yang menggelar kejuaraan antar perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 1975. Setelah itu secara rutin Perisai Diri menggelar kejuaraan nasional antar-perguruan tinggi. Dan hingga tahun 2004 lalu, Perisai Diri telah melaksanakan kejuaraan nasional silat Perisai Diri untuk yang ke-23 kalinya!
Merantau
Pak Dirdjo yang lahir pada 8 Januari 1913 ini sudah terlihat bakat yang
menonjol dalam kemahirannya menguasai beladiri silat pada usia
kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, misalnya, ia telah mampu menguasai ilmu
silat yang diajarkan di lingkungan Paku Alaman bahkan mampu pula melatih
silat rekan-rekan sepermainannya.
Tampaknya Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman oleh rekan-rekannya, tidak puas dengan ilmu silat yang ditelah didapatkannya di lingkungan tembok istana Paku Alaman itu. Setelah menamatkan HIK (Hollands Inlandsche Kweekchool -- sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama jurusan guru pada masa itu) di Yogyakarta, Pak Dirdjo yang berusia 16 tahun mulai merantau untuk memperluas pengalaman hidupnya.
Pak Dirdjo melangkahkan kakinya ke arah Timur. Ia menuju Jombang di Jawa Timur. Di sana ia berguru kepada Bapak Hasan Basri dalam ilmu silat, dan belajar ilmu keagamaan dan ilmu lainnya di Pondok Tebu Ireng. Untuk membiayai keperluan hidupnya, ia bekerja di Pabrik Gula Peterongan.
Setelah merasa cukup berguru di Jombang , ia melangkahkan kakinya menuju ke Barat ke kota Solo di Jawa Tengah. Di kota ini ia berguru kepada Bapak Sayid Sahab dalam bidang ilmu silat. Di samping itu ia juga melengkapi ilmunya dengan berguru kepada kakeknya sendiri Ki Jogosurasmo.
Pemuda Soebandiman ini belum puas mereguk ilmu. Ia kembali berguru ke Bapak Soegito yang beraliran silat Setia Saudara (SS). Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan pemuda ini masih belum merasa puas dengan apa yang telah ia miliki. Soebandiman alias Pak Dirjo muda ini meneruskan berguru ke Pondok Randu Gunting di Semarang, ia masih melengkapi ilmu silatnya ke Kuningan di daerah Cirebon , Jawa Barat. Semua ilmu yang didapatnya itu diolah dan melebur dalam dirinya.
Setelah merasa cukup, pemuda yang telah dewasa ini menetap di Banyumas dan mendirikan perguruan silat Eka Kalbu (Eka yang berarti satu hati). Dalam pergaulannya di kalangan ahli beladiri di Banyumas, pemuda ini bertemu dengan seorang suhu bangsa Tionghoa, Yap Kie San, yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie.
Sekali lagi, pemuda yang haus ilmu itu berteman dan berguru kepada Yap Kie San. Selama 14 tahun pemuda ini berguru kepada Yap Kie San. Ada enam saudara perguruannya yang bertahan lama diasuh oleh Suhu Yap Kie San. Empat adalah bangsa Tionghoa, dan dua lainnya dari Jawa yaitu Pak Broto Sutarjo, dan Pak Dirdjo.
Dalam masa perguruannya itu, Suhu Yap Kie San menilai Pak Dirdjo sebagai pemuda yang berbakat. Suhu Yap Kie San menghadiahi Pak Dirdjo sepasang pedang sebagai symbol kecintaan guru kepada murid terkasihnya.
Bak kata pepatah, sejauh-jauhnya burung terbang nanti akan kembali ke sarangnya juga; demikian pula Pak Dirdjo. Beliau akhirnya kembali ke Yogyakarta . Di Kota Budaya ini Pak Dirdjo diminta mengajar ilmu silat di Taman Siswa, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantoro yang juga pamannya.
Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa, sebab ia harus bekerja di Pabrik Gula Plered di kawasan Yogyakarta juga. Di pabrik gula ini ia menduduki jabatan Magazie Meester.
Lalu pada tahun 1947-1948, berkat pertolongan dari Bapak Djumali yang bekerja di Departemen Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan silat itu, Pak Dirdjo kemudian mengajar Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Jelas saja para muridnya adalah para mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo kala itu seperti Mas Dalmono (Ir Dalmono – kabar terakhir ia belajar dan kemudian bekerja di Rusia), Mas Suyono Hadi (Prof DR Suyono Hadi – telah meninggal dunia dan bekerja sebagai dokter dan dosen Universitas Padjadjaran Bandung), serta Mas Bambang Moediono alias Mas Whook.
Ketika tahun 1953 Pak Dirdjo mulai pindah ke Surabaya berkaitan dengan tugasnya sebagai pegawai negeri di Kantor Kebudayaan Jawa Timur Urusan Pencak Silat, maka murid-muridnya di Yogyakarta yang berlatih di UGM maupun di luar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah bernama Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia (HPPSI) dengan diketuai oleh Mas Dalmono.
Sementara itu di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Baru pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo dibantu Pak Imam Ramelan secara resmi menamakan silat yang diajarkan dengan nama Perisai Diri. Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai Silat Perisai Diri.
Di sisi lain, perguruan Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo secara alami murid-muridnya masih berhubungan dengan Pak Dirdjo. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta . Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Para murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bias dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Tampaknya Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman oleh rekan-rekannya, tidak puas dengan ilmu silat yang ditelah didapatkannya di lingkungan tembok istana Paku Alaman itu. Setelah menamatkan HIK (Hollands Inlandsche Kweekchool -- sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama jurusan guru pada masa itu) di Yogyakarta, Pak Dirdjo yang berusia 16 tahun mulai merantau untuk memperluas pengalaman hidupnya.
Pak Dirdjo melangkahkan kakinya ke arah Timur. Ia menuju Jombang di Jawa Timur. Di sana ia berguru kepada Bapak Hasan Basri dalam ilmu silat, dan belajar ilmu keagamaan dan ilmu lainnya di Pondok Tebu Ireng. Untuk membiayai keperluan hidupnya, ia bekerja di Pabrik Gula Peterongan.
Setelah merasa cukup berguru di Jombang , ia melangkahkan kakinya menuju ke Barat ke kota Solo di Jawa Tengah. Di kota ini ia berguru kepada Bapak Sayid Sahab dalam bidang ilmu silat. Di samping itu ia juga melengkapi ilmunya dengan berguru kepada kakeknya sendiri Ki Jogosurasmo.
Pemuda Soebandiman ini belum puas mereguk ilmu. Ia kembali berguru ke Bapak Soegito yang beraliran silat Setia Saudara (SS). Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan pemuda ini masih belum merasa puas dengan apa yang telah ia miliki. Soebandiman alias Pak Dirjo muda ini meneruskan berguru ke Pondok Randu Gunting di Semarang, ia masih melengkapi ilmu silatnya ke Kuningan di daerah Cirebon , Jawa Barat. Semua ilmu yang didapatnya itu diolah dan melebur dalam dirinya.
Setelah merasa cukup, pemuda yang telah dewasa ini menetap di Banyumas dan mendirikan perguruan silat Eka Kalbu (Eka yang berarti satu hati). Dalam pergaulannya di kalangan ahli beladiri di Banyumas, pemuda ini bertemu dengan seorang suhu bangsa Tionghoa, Yap Kie San, yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie.
Sekali lagi, pemuda yang haus ilmu itu berteman dan berguru kepada Yap Kie San. Selama 14 tahun pemuda ini berguru kepada Yap Kie San. Ada enam saudara perguruannya yang bertahan lama diasuh oleh Suhu Yap Kie San. Empat adalah bangsa Tionghoa, dan dua lainnya dari Jawa yaitu Pak Broto Sutarjo, dan Pak Dirdjo.
Dalam masa perguruannya itu, Suhu Yap Kie San menilai Pak Dirdjo sebagai pemuda yang berbakat. Suhu Yap Kie San menghadiahi Pak Dirdjo sepasang pedang sebagai symbol kecintaan guru kepada murid terkasihnya.
Bak kata pepatah, sejauh-jauhnya burung terbang nanti akan kembali ke sarangnya juga; demikian pula Pak Dirdjo. Beliau akhirnya kembali ke Yogyakarta . Di Kota Budaya ini Pak Dirdjo diminta mengajar ilmu silat di Taman Siswa, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantoro yang juga pamannya.
Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa, sebab ia harus bekerja di Pabrik Gula Plered di kawasan Yogyakarta juga. Di pabrik gula ini ia menduduki jabatan Magazie Meester.
Lalu pada tahun 1947-1948, berkat pertolongan dari Bapak Djumali yang bekerja di Departemen Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan silat itu, Pak Dirdjo kemudian mengajar Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Jelas saja para muridnya adalah para mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo kala itu seperti Mas Dalmono (Ir Dalmono – kabar terakhir ia belajar dan kemudian bekerja di Rusia), Mas Suyono Hadi (Prof DR Suyono Hadi – telah meninggal dunia dan bekerja sebagai dokter dan dosen Universitas Padjadjaran Bandung), serta Mas Bambang Moediono alias Mas Whook.
Ketika tahun 1953 Pak Dirdjo mulai pindah ke Surabaya berkaitan dengan tugasnya sebagai pegawai negeri di Kantor Kebudayaan Jawa Timur Urusan Pencak Silat, maka murid-muridnya di Yogyakarta yang berlatih di UGM maupun di luar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah bernama Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia (HPPSI) dengan diketuai oleh Mas Dalmono.
Sementara itu di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Baru pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo dibantu Pak Imam Ramelan secara resmi menamakan silat yang diajarkan dengan nama Perisai Diri. Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai Silat Perisai Diri.
Di sisi lain, perguruan Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo secara alami murid-muridnya masih berhubungan dengan Pak Dirdjo. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta . Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Para murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bias dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Berbahasa Indonesia
Segala teknik silat Perisai Diri ditulis dalan bahasa Indonesia yang
baku . Hal itulah yang menjadikan Perisai Diri lebih mudah diterima oleh
kalangan terdidik seperti mahasiswa. Penulisan teknik dalam bahasa
Indonesia baku sebenarnya harus diakui sebagai langkah maju tersendiri
dibandingkan perguruan lain yang masih berkutat dengan bahasa daerah
asal perguruan itu berkembang.
Bahkan dengan nasionalismenya itu, Perisai Diri akhirnya bisa diterima
di semua kalangan beragam suku, agama, maupun strata sosial. Dapat
dipelajari oleh seluruh penduduk Indonesia yang tinggal di 17.000 pulau.
Motto Perisai Diri “Pandai Bersilat Tanpa Cedera” yang juga bermakna
pandai beladiri tanpa cedera, makin membuat beladiri ciptaan Pak Dirdjo
bisa dipahami dengan logika. Pecinta beladiri akan mengerti bahwa
seorang ahli beladiri memang sulit untuk dicederai lawan. Bisa juga
berarti dalam berlatih pun ia tidak akan cedera karena kesalahan
sendiri.
Unsur kecepatan dalam beladiri menjadi pegangan Pak Dirdjo. Ia
mewajibkan para muridnya mampu melakukan gerakan silat minimal dua gerak
dalam satu detik. Gerakan itu bisa berupa serangan, hindaran, tolakan,
tebangan, ataupun paduan unsur-unsur itu. Jadilah Perisai Diri
menciptakan gaya silat SATU DETIK DUA GERAK.
Istilah satu detik dua gerak itu semula dianggap sepele oleh banyak
pendekar maupun pecinta silat. Akan tetapi semakin mereka banyak
menyaksikan pertandingan silat yang mulai digelar sejak 1970-an, para
pendekar silat maupun pecandu beladiri lain semakin memahami misteri
kata “satu detik dua gerak” tersebut. Hanya seorang ahli beladiri nan
piawai saja yang mampu bergerak secepat itu.
Sementara diakui atau tidak, nama-nama teknik silat Perisai Diri kini
sudah diadopsi di kancah persilatan. Istilah tendangan Sabit, kemudian
tendangan T (baca TE), bahkan sapuan; misalnya, sudah menjadi bukti
bahwa keinginan Pak Dirdjo terwujud. Istilah itu dipakai di dunia
persilatan. Bila kemudian ada beberapa perguruan baru muncul dengan
menggunakan teknik Perisai Diri, itupun tidak pernah dipermasalahkan.
Mungkin, para murid Pak Dirdjo pun -- tanpa setahu mereka --, kini
memiliki lebih banyak saudara perguruan karena menyerap ilmu yang sama
dengan nama perguruan yang berbeda.
Ada 19 macam teknik tangan kosong yang disebut teknik asli di Perisai
Diri seperti Jawa Timuran, Minangkabau, Betawen, Cimande, Burung Mliwis,
Burung Kuntul, Burung Garuda, Kuda Kuningan, Lingsang, Harimau, Naga,
Satria Hutan, Satria, Pendeta, Putri Bersedia, Putri Sembahyang, Putri
Berhias, dan Putri Teratai.
Bukan melulu teknik tangan kosong, para murid pun diajari berbagai
senjata mulai dari pisau, pedang, toya, senjata lempar, sampai dengan
pengembangan dari senjata-senjata itu seperti rantai, cambuk, tombak,
dan lain-lainnya.
Pak Dirdjo selalu berpesan kepada murid-muridnya agar menguasai ilmu
silat haruslah dengan cara mendaki dan memanjat, bukan dengan melompat.
Untuk memahami ilmu silat memang memerlukan kerajinan, ketekunan,
kesungguhan, dan disiplin.
Pak Dirdjo wafat usia 70 tahun, ditunggui para muridnya di Surabaya pada
9 Mei 1983. Pada tahun 1986, beliau mendapat gelar Pendekar Purna Utama
dari Pemerintah Republik Indonesia .
Niat Pak Dirdjo untuk mengembangkan silat akhirnya tercapai juga.
Meskipun ia belum bisa menikmati kejayaan murid-muridnya di arena
beladiri silat, namun secara pasti teknik Perisai Diri ciptaannya telah
merajai di beberapa pertandingan silat secara internasional.
Nama-nama seperti Joko Widodo, Herina (asal Yogyakarta), Tony Widya
(Jakarta), Tri Wahyuni (Malang), Wadiah (Mataram), Suryanto, Samiaji
(Bandung), A Triya (Surabaya), mampu malang melintang di kejuaraan
internasional pencak silat sejak kejuaraan internasional itu digelar
tahun 1987 hingga 1995.
Keharuman nama Perisai Diri masih dilanggengkan oleh pesilat Made Arya
Damayanti, Ayu Ariati, Ni Nyoman Suparniti, dan I Nyoman Yamadhiputra (
Bali ) pada periode 1995 - 2005. Arena nasional hingga dunia mereka
jelajahi dengan teknik Perisai Diri dengan memperoleh medali emas.
Pendekar pendobrak tradisi tabu itu pula yang akhirnya mampu meyakinkan
orang-orang Eropa seperti Belanda (1970), Jerman (1983), Inggris, Swiss
(1999), Hongaria, Australia (1979), Amerika Serikat (2000), Thailand
(1995), Filipina (1995), bahkan Jepang (1996) untuk mempelajari Silat
Perisai Diri. Silat mudah diterima, bisa dilogika. Silat sudah mendunia.
Lagi-lagi, di luar Indonesia, murid-murid Pak Dirdjo di Eropa, Amerika,
dan Australia mampu menunjukkan bahwa beladiri khas Indonesia itu mampu
mengibarkan benderanya di pertarungan antar-aliran beladiri di sana.
Tidak mengherankan jika penulis aliran beladiri seperti Donn F Draeger
menulis silat Perisai Diri dalam bukunya The Weapons and Fighting Arts
of Indonesia pada tahun 1972. Akan tetapi ia belum puas. Jika dalam buku
pertamanya ia menulis beberapa gaya perguruan pencak silat di
Indonesia; maka ia kembali mengupas lebih dalam untuk silat Perisai Diri
pada buku keduanya yang berjudul: Javanese Silat: The Fighting Art of
Perisai Diri pada tahun 1978.
Penjelasan secara detil disertai bukti praktik dalam bersilat yang
ditunjukkan Pak Dirdjo yang membuat Draeger bertekuk-lutut mengakui
bahwa Perisai Diri memang layak mendapat tempat khusus. Foto-foto Pak
Dirdjo dalam bersilat ditemani para muridnya di Surabaya memenuhi
halaman buku keduanya tersebut.
Tidak berlebihan jika saat ia dipanggil Tuhan Yang Maha Esa, jumlah
muridnya yang tersebar di Indonesia dan beberapa negara telah mencapai
50.000 lebih sehingga menempatkan Perisai Diri sebagai salah satu
perguruan besar di antara 800 perguruan silat di Indonesia. (***)
Materi Latihan
- Serang Hindar
Metode Dasar praktis yang menjadi ciri silat Perisai Diri adalah Metode
serang hindar yang sudah mulai diajarkan sejak Tingkat Dasar I. Metode
ini mengajarkan cara menyerang dan cara menghindar yang paling efisien,
cepat, tepat, tangkas, deras. dan Bijaksana. metode latihan ini dengan
cara berhadapan langsung dengan lawan dan dilakukan secara bergantian
dalam menyerang atau menghindar dalam satu aba2 pelatih. Hal ini
memudahkan siswa dalam berlatih dan memahami tekhnik2 silat.
- Tekhnik Kombinasi
Tekhnik Kombinasi merupakan tekhnik2 silat Perisai Diri yang merupakan
perpaduan dari berbagai perguruan silat di seluruh Indonesia yang
meliputi dari 156 aliran.
- Tekhnik Asli
Sedangkan Tekhnik asli sebagian besar lebih banyak digali dari aliran
siauwe liem sie yang dengan kretivitas Pak Dirdjo gerakan maupun
implementasinya lebih dijiwai oleh karakter Silat Indonesia. adapun
disebut Asli karena mempunyai keunikan dan kerangka sendiri yang
merupakan Gabungan dari berbagai aliran.
Hirarki Tekhnik Asli Perisai Diri :
- Tekhnik Minangkabau
- Tekhnik Burung Meliwis
- Tekhnik Burung Kuntul
- Tekhnik Burung Garuda
- Tehknik Harimau
- Tekhnik Naga
- Tekhnik Satria
- Tekhnik Pendeta
- Tekhnik Putri
- Senjata
Metode Latihan Menggunakan Senjata, diharapkan setiap sisa dapat
menggunakan setiap benda di sekitar menjadi alat bantu dalam membela
Dirinya sendiri.
Senjata Wajib di Perguruan Perisai Diri ada 3 macam yaitu Pisau, Pedang, dan Toya.
- Tekhnik Pernapasan
Metode latihan Perisai Diri dalam Olah Napas, sehingga diharapkan siswa
bisa mengembangkan latihan olah napas agar bisa digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
Organisasi PD
Silat Perisai Diri atau yang lebih dikenal PD berdiri pada tanggal 2 juli 1955 oleh Raden Mas Soebandiman Dirjtoatmodjo di Surabaya.
Perkembangan Silat Perisai Diri
Sejak awal berdirinya, silat Perisai Diri berfokus untuk mengembangkan
organisasinya di seluruh Indonesia, terutama di bidang institusi
pendidikan dan instansi pemerintah. Di tingkat remaja, silat Perisai
Diri berkembang di sekolah-sekolah tingkat SD, SLTP dan SLTA di
Indonesia. Sementara di tingkat lanjutan, silat Perisai Diri menyebar di
universitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
1. Cabang Komisariat
Surabaya, DKI jakarta, Australia, United Kingdom
2. Wilayah/Instansi/Perguruan tinggi
Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat, Tangerang, Bekasi, Depok, PT. PLN, Univ.Indonesia, Univ. Trisakti
3. Ranting Sekolah
SMP 47, SMU 68, SMP LabSchool, etc.
PERISAI DIRI DKI Jakarta
Alamat :
Jl salemba Tegalan IF No.17,
Rt 012/05, Jakarta Timur
085691224454 / 087788016616 (Ricardo)
081574727447 (Sami Sugeng)
Email:
ricardo_ngacir@yahoo.com
cardo.ngacir@gmail.com
'untuk keterangan lebih lanjut mengenai organisasi Silat Perisai Diri,
silahkan menghubungi contact diatas ... '
Hasil yang didapat dari pengembangan ini ternyata membawa dampak yang
positif. Berawal dari pengembangan di universitas seluruh Indonesia,
kini Perisai Diri telah tersebar di penjuru dunia. Hal ini dikarenakan
para pelatih
Perisai Diri yang bertugas di luar negeri dalam waktu yang lama,
sehingga membuka tempat latihan di negara tempat mereka bertugas. Hingga
saat ini, Perisai Diri telah tersebar di Australia, Jerman, United
Kingdom, Amerika, Belanda, Jepang, Switzerland dan Belgia.
1. Pengurus Pusat membawahi Cabang dan komisariat Luar Negeri.
2. Pengurus Cabang dan Komisariat Luar Negeri membawahi Wilayah,
Instansi dan Perguruan Tinggi.
3. Pengurus wilayah membawahi ranting
‘Belajar Silat Tanpa Cedera’ adalah
moto Perisai Diri, sejak didirikan tahun 1955. Metode yang diajarkan di
desain untuk menghindari cedera di saat latihan.
Struktur Organisasi
Mengingat target pengembangan latihan yang luas, Perisai Diri telah
membuat struktur keorganisasian dari tingkat pusat hingga tingkat
terkecil (ranting). Pengurus Pusat Perisai Diri bertempat di Surabaya
dan saat ini diketuai oleh Ir. Nanang Soemindarto. Struktur
keorganisasian Perisai Diri adalah:
Surabaya, DKI jakarta, Australia, United Kingdom
2. Wilayah/Instansi/Perguruan tinggi
Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat, Tangerang, Bekasi, Depok, PT. PLN, Univ.Indonesia, Univ. Trisakti
3. Ranting Sekolah
SMP 47, SMU 68, SMP LabSchool, etc.
Alamat :
*Contact Person Pelatih PD (PD Coach)
Phone Mobile :081574727447 (Sami Sugeng)
cardo.ngacir@gmail.com
silahkan menghubungi contact diatas ... '
Artikel Silat
PERISAI DIRI
Untuk
ANAK USIA REMAJA
Beraktivitas, Berolahraga Dan Berprestasi
Akan Memacu Perkembangan Remaja
Untuk Menjadi Manusia Yang Lebih Baik
antara Remaja, Olahraga dan Budaya
Usia 13 - 18 tahun, adalah waktu yg
penting bagi anak untuk melakukan berbagai kegiatan dalam berolah raga.
Pada masa tersebut, sangat penting bagi setiap anak untuk diperkenalkan
ke berbagai macam olah raga, seperti: basket, renang, volley, bela diri
dan atletik, agar mereka dapat menemukan olah raga yang mereka senangi.
Selain itu, Pencak Silat sebagai salah
satu budaya bangsa Indonesia, telah didukung oleh pemerintah dalam
perkembangan-nya. Melalui IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia),
pemerintah ingin agar perkembangan budaya ini dapat disebarkan di dalam
dan luar negeri semaksimal mungkin.
‘Di satu sisi, remaja memerlukan
aktifitas olah raga dalam memenuhi kebutuhan fisiknya. Di sisi lain,
pemerintah ingin agar Pencak Silat sebagai budaya bangsa berkembang di
dalam dan luar negeri. Titik temu untuk mendukung kedua hal tersebut,
adalah dengan memasyarakatkan Pencak Silat di kalangan remaja melalui
institusi pendidikan, agar menghasilkan remaja yang sehat dan cerdas,
yang memiliki bekal budaya yang baik, sehingga dapat menjadi duta bangsa
apabila mereka memiliki kesempatan untuk belajar atau bekerja di luar
negeri’.
Mengapa Beladiri ?
Selain itu, anak dalam usia tersebut pada
umumnya mulai mencari kegiatan yang dapat merangsang perkembangan
aggresifitas mereka. Mereka juga akan berusaha untuk meraih suatu
prestasi dalam hal olah raga. Bagi mereka, untuk bisa melakukan sesuatu
yang lebih baik dari yang lain adalah sesuatu yang bisa dibanggakan,
sehingga dapat menambah rasa percaya diri mereka dalam bersosialisasi di
sekolah.
Pada usia tersebut pula, anak memerlukan
kegiatan olah raga secara rutin, yang dapat memompa peredaran darah dan
oksigen ke otak. Saat berolah raga, darah akan mengalir berputar ke
seluruh tubuh, sang anak akan merasakan lelah setelah latihan, yang
kemudian dilanjutkan dengan istirahat pada malam harinya, diikuti dengan
kesegaran fisik dan fikiran di pagi harinya di waktu mereka melakukan
kegiatan belajar di sekolah.
Apa Manfaat Belajar Silat?
Judul di atas pernah menjadi pertanyaan yang dilontarkan seorang remaja putri kepada seorang tokoh silat nasional kita. Saya merasa tertarik untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi baru sekarang berhasil menyusunnya dalam bentuk artikel.
Tidak saja bagi para remaja yang sedang mengalami perubahan jasmani dan rohani yang pesat, melainkan bagi semua golongan usia termasuk orang-orang tua, belajar silat mendatangkan manfaat yang besar, minimal untuk memelihara kesehatan dan kesegaran jasmani.
Demikian pula dalam penggunaan dan penerapannya, beladiri tidak selalu digunakan untuk menjaga diri dalam suatu perkelahian, karena di jaman sekarang tidak semua orang suka berkelahi. Akan tetapi beladiri silat berguna pula untuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari di rumah. Contohnya : Apabila kamu menguasai silat, kamu tidak akan terjatuh dengan parah bila terpeleset. Mungkin saja kamu terjatuh, akan tetapi karena refleks hasil latihan sehari-hari, kamu mampu menolong dirimu sendiri pada saat yang tepat. Berikut ini kita coba untuk menganalisa segala manfaat belajar beladiri silat.
Silat sebagai Olahraga
Sebagai salah satu cabang olahraga pada umumnya dan beladiri khususnya, beladiri silat merupakan rangkaian dari gerakan-gerakan badan menurut sistem dan metoda tertentu.
Telah kita ketahui bersama olahraga adalah salah satu cara terbaik untuk memelihara kesehatan jasmani. Silat sebagai salah satu alat berolahraga pun memiliki cara-cara khusus dalam membina kesehatan jasmani. Dengan melakukan teknik tertentu, selain gerakan pemanasan pada umumnya yang ada pada tiap cabang olahraga, silat melatih otot-otot. Demikian pula dengan cara tertentu, silat melatihmu menjadi lebih peka pendengaran dan lebih awas penglihatan, bila dibanding dengan cabang olah raga lain. Selanjutnya, dengan gerakan dan teknik-teknik tertentu pula kamu bisa melatih otot-otot leher serta persendiran tubuh.
Untuk menguatkan alat-alat dalam tubuh kita, termasuk bagaimana cara menambah kesehatan jantung dan paru-paru, kamu akan dilatih pernapasan. Jadi, khusus bagi alat-alat tubuh kita bagian dalam, bukan hanya gerakan tubuh yang menguatkannya, melainkan (dan terutama sekali) latihan bernapas khusus yang baik. Tentu saja hal ini dilatih secara bertahap, tetapi semakin meningkat. Dalam silat ada tahap-tahap tertentu, di mana diajarkan hal-hal yang berhubungan dengan pernapasan tersebut.
Pengertian tentang latihan-latihan yang dapat menguatkan otot-otot, janganlah diarti kan sebagai latihan untuk membesarkan otot. Otot yang kuat tidaklah berarti sama dengan otot yang besar, atau sebaliknya, otot yang besar belum bisa diartikan otot yang mengandung tenaga besar dan kuat. Teknik-teknik tertentu di dalam beladiri silat yang melatih kecepatan dan kelincahan tubuh, jarang sekali membuat otot seseorang menjadi bertonjolan. Bahkan, makin sempurna dan tinggi teknik silat seseorang (termasuk ilmu pernapasan nya), makin sulit orang awam menebaknya sebagai seorang yang ber “isi”. Selain itu, makin sulit pula orang mengira kita menguasai beladiri. Mengapa demikian?! Justru karena otot-otot kita yang tidak tampak menonjol !
Oleh sebab itu, diharapkan kalian terutama remaja putri tidak apriori, bahwa kalau kita belajar silat kelak jadi “kayak cowok”. Contoh remaja putri yang menguasai beladiri silat tapi tak tampak dari luar itu, ialah Anne Rufaidah, gadis Bandung yang pernah menyandang gelar Puteri Remaja Indonesia 1980. Ia salah seorang gadis remaja (waktu itu) yang diam-diam memiliki “kekuatan terpendam”. Dan banyak lagi remaja putri seperti Anne yang tidak berotot layaknya binaragawan. Ia justru nampak halus dan luwes sebagai gadis remaja biasa.
“Akh, buat apa capek-capek!” mungkin demikian pula komentar kalianm, akan tetapi soal capek kiranya apa saja yang menjadi pekerjaan kita yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menyebabkan kita capek secara fisik, namun tidak secara psikhis. Mengingat tujuannya yang baik, apalagi bila dilakukan dengan gembira, soal capek dapat diatasi dan boleh diabaikan.
Silat sebagai Seni Beladiri Yang Bermutu
Pengertian seni beladiri di sini jangan diasosiasikan dengan seni tari. Walau pun antara keduanya ada persamaan, yakni sama-sama mengandung unsur keindahan gerak dari seluruh tubuh yang harmonis. Kesenian itu menggugah kehalusan dan kepekaan jiwa seseorang. Lalu di manakah letak seninya Silat? Dalam silat yang nyeni bukan saja karena segi miripnya kepada Tarian (dengan adanya kembangan), akan tetapi dilihat dari segi harmonisnya gerakan-gerakan silat itu sendiri. Keselarasan gerakan tubuh dan anggota tubuh pesilat yang menyentuh hati si penonton, menimbulkan rasa kagum orang yang memandang.
Hal ini dapat dilihat para rangkaian gerak yang disebut dengan JURUS dalam Pencak Silat dan Karate (Kata). Jadi, bukan saja keluwesan geraknya yang dianggap “nyeni”, melainkan juga saat pesilat mengerahkan tenaganya, saat ia menampilkan kelincahan dan kegesitannya. Bagaimana ia menyesuaikan irama gerakan-gerakannya, seperti : bagaimana ia memperlambat gerakan-gerakannya pada saat ia melakukan “sikap-sikap” tertentu, bagaimana ia mempercepat gerakan-gerakannya waktu ia menyerang dengan tangan dan kakinya, serta bagaimana pula ia memperagakan gerakan- gerakan menghindar dengan lincah dan ringan.
Dalam Pencak Silat, baik yang berasal dari Jawa Barat (Ibingan), Jawa Tengah maupun dari Tanah Minang, tampak adanya penggabungan seni tari daerah masing-masing dengan tipu-tipu Pencak Silat, sehingga kita lihat “Kembangan” atau “Ibingan” tadi agak mirip dengan tarian-tarian daerah tersebut di atas (Ingat Jaipongan!). Konon, penyamaran beladiri silat ke dalam seni tari daerah, merupakan suatu upaya para Pendekar di jaman penjajahan untuk melestarikan beladiri silat yang diwarisi dari para guru dan leluhurnya.
Manakah yang disebut “Jurus” atau “Kembangan” itu? Kedua istilah itu merupakan rangkaian gerakan-gerakan beladiri yang disusun sesuai dengan aturan dari aliran atau perguruan silat yang menyusunnya. Di dalamnya tercakup gerakan-gerakan menyerang, menghindar maupun bersikap sesuai dengan ajaran-ajaran perguruan silat masing-masing.
“Seni” ini bagi setiap orang tidaklah sama keindahannya, sebagaimana tidak setiap orang punya penghargaan yang sama terhadap lagu-lagu klasik, pop, rap atau dangdut misalnya.
Silat sebagai Alat Bela Diri
Silat sebagai alat bela diri merupakan pengetahuan yang bermutu tinggi. Silat tidak terbatas, baik dalam melakukan serangan, maupun tangkisan. Dari kepala, bahu, siku, lengan, tapak tangan, jari tangan, punggung, pinggang, pantat, paha, lutut, tulang kering, mata kaki, tumit, jari kaki semuanya mendapat jatah latihan secara khusus. Dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki dapat digunakan sebagai senjata terdekat dan ampuh. Menurut para ahli, air liur dan rambut pun bisa dipakai sebagai alat bela diri yang efektif.
Silat berusaha memenuhi tuntutan : “Menyerang semaksimal mungkin dengan resiko sekecil mungkin bagi diri sendiri” (bandingkan dengan Ilmu Ekonomi). Singkatnya, dengan apa yang ada kita gunakan untuk membela diri, jadi harus praktis dan ekonomis !
Seorang pesilat diajar dan dilatih menggunakan senjata. Ia harus mengerti sifat-sifat senjata yang paling sederhana, seperti : Pisau, Pedang, Golok dan Toya (istilah silat untuk tongkat panjang yang disesuaikan dengan tinggi pesilat). Kemudian ia pun diberi pengetahuan tentang senjata-senjata lain. Dari sinilah seorang pesilat mengembangkan pengetahuannya tentang senjata. Mana yang sesuai buat dirinya, serta benda-benda apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata saat ia terdesak. Contoh benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata, adalah tas, pasir, penggaris, pensil, sapu tangan, ikat pinggang, bahkan baju atau jacket pun atau buku dapat dipergunakan sebagai senjata “rahasia”.
Silat sebagai Alat Untuk Belajar Menguasai Diri
Umumnya, ilmu beladiri yang baik, mendidik murid-muridnya sanggup menguasai diri, menguasai emosinya. Demikian pula silat. Tak heranlah kita membaca atau mendengar ungkapan “Kalahkan dulu dirimu, sebelum mengalahkan orang lain” atau motto dari beladiri Kempo “Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman”. Semua itu menunjukkan pentingnya belajar menguasai diri. Pesilat dilarang untuk bertindak sewenang-wenang. Secara bertahap ia dilatih menguasai hawa nafsunya, karena memang yang paling sulit adalah bagaimana mengajar seseorang mampu menguasai dirinya.
Pesilat yang baik, harus sanggup mengalah kepada lawannya yang nyata-nyata jauh lebih unggul baik teknik dan prestasinya. Ia pantang melayani nafsunya untuk menang dengan berlaku curang! Ia harus berani mengakui kelebihan lawan dan melihat kekurangan dirinya.
Sifat-sifat baik yang diperolehnya dalam mempelajari beladiri silat, diharapkan tidak hanya berlaku di perguruannya saja, melainkan harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu membentuk rasa percaya diri yang tebal dan kepribadian kuat, sehingga segala tekanan dari luar dapat dihadapinya dengan tabah, rendah hati dan damai.
Seorang ahli beladiri yang baik memiliki perasaan yang halus dan rasa perikemanusiaan tinggi. Ia tidak enggan untuk memaafkan seseorang yang telah mengakui dan menyadari kesalahannya.
Silat sebagai Alat Untuk Mengasah Kecerdasan
Di sekolah dasar kita diajar berhitung/matematik, di sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas kita dilatih untuk berpikir lebih kritis, kemudian di perguruan tinggi kita diajar dan dilatih tentang hubungan-hubungan dalam suatu sistem/keseluruhan. Dalam belajar Silat, kita pun diajar dan dilatih berpikir kritis. Tetapi dengan cara yang khas silat. Kita harus memperhitungkan secara matang gerak-gerik lawan dan menjawab serangan lawan dengan reaksi yang cepat dan tepat. Sebab bila kita terlambat sedikit saja, akan fatal akibatnya bagi kita.
Ada beberapa persamaan antara belajar ilmu gaya dan belajar silat. Dalam silat kita memiliki rumus-rumus tertentu untuk menghindar, menyerang atau membalas suatu serangan, sehingga gerakan kita menjadi efektif dan efisien. Ada momen-momen dalam ilmu gaya yang dapat diterapkan dalam ilmu silat. Misalnya, bagaimana kita dapat menghindari serangan berupa pukulan dan tendangan yang lintasannya seperti lingkaran, sehingga kita berada di luar garis singgung lingkaran tersebut. Atau bagaimana kita menghindari serangan yang lintasannya lurus, yakni dengan bergerak sedikit ke samping dengan cara apa pun, sehingga serangan itu berlalu tanpa kita mengeluarkan tenaga banyak (hukum ekonomi).
Pengertian-pengertian ilmiah semacam inilah yang membuat ilmu beladiri silat menjadi menarik untuk dipelajari dan diselami, sebab Ilmu Silat sekaligus mengasah kecerdasan kita.
Perisai Diri International Championship (PDIC)
Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, pencak silat merupakan sebuah sistem budaya yang terkait dengan alam lingkungannya dan tak dapat terpisahkan dari derap langkah aktifitas manusia. Dalam perkembangannya, pencak silat sudah merambah keberbagai penjuru dunia dan sudah diakui secara Internasional. Hal tersebut membuktikan bahwa Pencak silat merupakan kegiatan yang dapat mempersatukan golongan masyarakat yang berbeda-beda.
Untuk itu
Diadakan Kejuaraan International yang diikuti oleh beberapa negara,
dimana setiap anggota Perisai Diri yang berada pada setiap negara dapat
mewakilkan negaranya sebagai bentuk dari rasa kebersamaan dan
kekeluargaan dari setiap anggota, kejuaraan international dilakukan
untuk membentuk mental dan disiplin setiap anggota yang berlatih
diseluruh dunia. Keikutsertaan setiap anggota pada PDIC dapat
meningkatkan kualitas dan kecerdasan setiap anggota dalam berlatih,
setiap anggota dapat mengukur kemampuan mereka di kejuaraan PDIC dan
untuk memotivasi setiap anggota untuk mempelajari lagi ilmu Perisai Diri
dengan berlatih secara tekun agar dapat mencapai kemampuan pada level
yang maksimal sesuai dengan bakat dan talenta yang dimiliki setiap
masing-masing anggot.
Perguruan
Perisai Diri sudah mengadakan kejuaraan international yang ke-6 yang
diadakan di Jakarta sebagai tuan rumah penyelegara kejuaraan
International dan akan diadakan berikutnya setiap 4 tahun sekali, PDIC
dilaksanakan di kota/negara yang disepakati untuk mengadakan kejuaraan
berikutnya.
Kejuaraan PDIC ke-6 Di Padepokan Pencak Silat Taman Mini, Jakarta
Kelas Private (Private Class)
Kelas Private Perisai Diri (Private Class)
Latihan bagi pemula yang berminat dan mau untuk berlatih silat Perisai Diri, kelas private dilakukan dan disesuaikan waktu peserta anggota yang ingin dilatih, penerimaan anggota dibuka untuk umum.*Untuk keterangan lebih lanjut hubungi contact person pelatih (*Organisasi PD)
Jumat, 20 Maret 2009
History
SEORANG mahasiswa tiba-tiba saja terkejut ketika melihat sebuah buku
bergambar orang dalam sikap beladiri di salah satu rak buku Toko Gunung
Agung, tepat di sisi pojok utara perempatan Tugu, di simpang empat Jalan
Jendral Sudirman-Jalan Diponegoro - Jl AM Sangaji – dan Jalan Pangeran
Mangkubumi, Yogyakarta. Toko buku itu, pada tahun 1977 merupakan
satu-satunya yang terbesar dan terlengkap di Kota Pelajar tersebut. Kini
(tahun 2008) toko buku tersebut sudah tidak ada lagi.
Rasa ingin tahunya mendorong ia membuka halaman demi halaman buku itu.
Di sana , di buku yang dipegangnya, terlihat dengan jelas aneka foto
segala gerak beladiri dalam keterangan bahasa Indonesia yang mudah
dimengerti. Foto-fotonya pun terpampang lugas sehingga dengan sekali
melihat, si pembaca akan tahu apa yang dimaksud dan dimaui dengan gerak
tersebut.
Itulah gerakan-gerakan beladiri silat. Buku itu seolah mengungkap tuntas sebuah jurus ilmu silat yang oleh banyak perguruan saat itu dianggap amat sangat rahasia dan tabu untuk diperlihatkan orang lain selain murid-muridnya.
Tetapi, di toko itu, pada tahun 1977; bukan hanya satu jurus yang dideretkan di rak tersebut. Ada beberapa buku lain yang berjudul seperti Burung Kuntul, Burung Garuda, dan Harimau. Siapa gerangan pendekar yang berani melanggar tradisi tabu perguruan silat itu?
Dialah Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo – yang kemudian dikenal dengan sapaan Pak Dirdjo atau Pak Dhe -- salah seorang keturunan bangsawan dari Keraton Pakualaman Yogyakarta, putra dari Raden Mas Paku Soerdirdjo.
Pak Dirdjo-lah pendekar yang menobrak tradisi tabu itu. Beliau sengaja menuliskan ilmu silat yang diramunya itu dan kemudian dinamakan aliran silat Perisai Diri. Di dalam buku itu, lengkap dengan foto-foto tentang gerakan teknik silat dan dijual kepada umum pada tahun 1976. Tujuannya hanya satu: berusaha memperkenalkan beladiri silat seluas-luasnya.
Beliau melakukan itu untuk membuktikan bahwa ilmu silat adalah warisan budaya Bangsa Indonesia yang mampu bersaing dengan ilmu beladiri asing lainnya yang berasal dari Jepang, Korea, maupun Cina yang kala itu berkembang pesat di Indonesia. Silat harus dikembangkan dan dicintai oleh Bangsa Indonesia . Jangan sampai silat tidak berkembang karena terkungkung tradisi tabu dan ketradisionalannya.
Upaya Pak Dirdjo itu membuahkan hasil. Silat Perisai Diri akhirnya bukan hanya berkembang di kampung-kampung, namun telah merambah ke kampus-kampus perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah. Silat Perisai Diri telah mampu mengubah pandangan masyarakat dari silat yang dianggap “kampungan” menjadi silat “kampusan”.
Perisai Diri tercatat sebagai perguruan silat yang menggelar kejuaraan antar perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 1975. Setelah itu secara rutin Perisai Diri menggelar kejuaraan nasional antar-perguruan tinggi. Dan hingga tahun 2004 lalu, Perisai Diri telah melaksanakan kejuaraan nasional silat Perisai Diri untuk yang ke-23 kalinya!
Itulah gerakan-gerakan beladiri silat. Buku itu seolah mengungkap tuntas sebuah jurus ilmu silat yang oleh banyak perguruan saat itu dianggap amat sangat rahasia dan tabu untuk diperlihatkan orang lain selain murid-muridnya.
Tetapi, di toko itu, pada tahun 1977; bukan hanya satu jurus yang dideretkan di rak tersebut. Ada beberapa buku lain yang berjudul seperti Burung Kuntul, Burung Garuda, dan Harimau. Siapa gerangan pendekar yang berani melanggar tradisi tabu perguruan silat itu?
Dialah Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo – yang kemudian dikenal dengan sapaan Pak Dirdjo atau Pak Dhe -- salah seorang keturunan bangsawan dari Keraton Pakualaman Yogyakarta, putra dari Raden Mas Paku Soerdirdjo.
Pak Dirdjo-lah pendekar yang menobrak tradisi tabu itu. Beliau sengaja menuliskan ilmu silat yang diramunya itu dan kemudian dinamakan aliran silat Perisai Diri. Di dalam buku itu, lengkap dengan foto-foto tentang gerakan teknik silat dan dijual kepada umum pada tahun 1976. Tujuannya hanya satu: berusaha memperkenalkan beladiri silat seluas-luasnya.
Beliau melakukan itu untuk membuktikan bahwa ilmu silat adalah warisan budaya Bangsa Indonesia yang mampu bersaing dengan ilmu beladiri asing lainnya yang berasal dari Jepang, Korea, maupun Cina yang kala itu berkembang pesat di Indonesia. Silat harus dikembangkan dan dicintai oleh Bangsa Indonesia . Jangan sampai silat tidak berkembang karena terkungkung tradisi tabu dan ketradisionalannya.
Upaya Pak Dirdjo itu membuahkan hasil. Silat Perisai Diri akhirnya bukan hanya berkembang di kampung-kampung, namun telah merambah ke kampus-kampus perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah. Silat Perisai Diri telah mampu mengubah pandangan masyarakat dari silat yang dianggap “kampungan” menjadi silat “kampusan”.
Perisai Diri tercatat sebagai perguruan silat yang menggelar kejuaraan antar perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 1975. Setelah itu secara rutin Perisai Diri menggelar kejuaraan nasional antar-perguruan tinggi. Dan hingga tahun 2004 lalu, Perisai Diri telah melaksanakan kejuaraan nasional silat Perisai Diri untuk yang ke-23 kalinya!
Merantau
Pak Dirdjo yang lahir pada 8 Januari 1913 ini sudah terlihat bakat yang
menonjol dalam kemahirannya menguasai beladiri silat pada usia
kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, misalnya, ia telah mampu menguasai ilmu
silat yang diajarkan di lingkungan Paku Alaman bahkan mampu pula melatih
silat rekan-rekan sepermainannya.
Tampaknya Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman oleh rekan-rekannya, tidak puas dengan ilmu silat yang ditelah didapatkannya di lingkungan tembok istana Paku Alaman itu. Setelah menamatkan HIK (Hollands Inlandsche Kweekchool -- sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama jurusan guru pada masa itu) di Yogyakarta, Pak Dirdjo yang berusia 16 tahun mulai merantau untuk memperluas pengalaman hidupnya.
Pak Dirdjo melangkahkan kakinya ke arah Timur. Ia menuju Jombang di Jawa Timur. Di sana ia berguru kepada Bapak Hasan Basri dalam ilmu silat, dan belajar ilmu keagamaan dan ilmu lainnya di Pondok Tebu Ireng. Untuk membiayai keperluan hidupnya, ia bekerja di Pabrik Gula Peterongan.
Setelah merasa cukup berguru di Jombang , ia melangkahkan kakinya menuju ke Barat ke kota Solo di Jawa Tengah. Di kota ini ia berguru kepada Bapak Sayid Sahab dalam bidang ilmu silat. Di samping itu ia juga melengkapi ilmunya dengan berguru kepada kakeknya sendiri Ki Jogosurasmo.
Pemuda Soebandiman ini belum puas mereguk ilmu. Ia kembali berguru ke Bapak Soegito yang beraliran silat Setia Saudara (SS). Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan pemuda ini masih belum merasa puas dengan apa yang telah ia miliki. Soebandiman alias Pak Dirjo muda ini meneruskan berguru ke Pondok Randu Gunting di Semarang, ia masih melengkapi ilmu silatnya ke Kuningan di daerah Cirebon , Jawa Barat. Semua ilmu yang didapatnya itu diolah dan melebur dalam dirinya.
Setelah merasa cukup, pemuda yang telah dewasa ini menetap di Banyumas dan mendirikan perguruan silat Eka Kalbu (Eka yang berarti satu hati). Dalam pergaulannya di kalangan ahli beladiri di Banyumas, pemuda ini bertemu dengan seorang suhu bangsa Tionghoa, Yap Kie San, yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie.
Sekali lagi, pemuda yang haus ilmu itu berteman dan berguru kepada Yap Kie San. Selama 14 tahun pemuda ini berguru kepada Yap Kie San. Ada enam saudara perguruannya yang bertahan lama diasuh oleh Suhu Yap Kie San. Empat adalah bangsa Tionghoa, dan dua lainnya dari Jawa yaitu Pak Broto Sutarjo, dan Pak Dirdjo.
Dalam masa perguruannya itu, Suhu Yap Kie San menilai Pak Dirdjo sebagai pemuda yang berbakat. Suhu Yap Kie San menghadiahi Pak Dirdjo sepasang pedang sebagai symbol kecintaan guru kepada murid terkasihnya.
Bak kata pepatah, sejauh-jauhnya burung terbang nanti akan kembali ke sarangnya juga; demikian pula Pak Dirdjo. Beliau akhirnya kembali ke Yogyakarta . Di Kota Budaya ini Pak Dirdjo diminta mengajar ilmu silat di Taman Siswa, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantoro yang juga pamannya.
Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa, sebab ia harus bekerja di Pabrik Gula Plered di kawasan Yogyakarta juga. Di pabrik gula ini ia menduduki jabatan Magazie Meester.
Lalu pada tahun 1947-1948, berkat pertolongan dari Bapak Djumali yang bekerja di Departemen Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan silat itu, Pak Dirdjo kemudian mengajar Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Jelas saja para muridnya adalah para mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo kala itu seperti Mas Dalmono (Ir Dalmono – kabar terakhir ia belajar dan kemudian bekerja di Rusia), Mas Suyono Hadi (Prof DR Suyono Hadi – telah meninggal dunia dan bekerja sebagai dokter dan dosen Universitas Padjadjaran Bandung), serta Mas Bambang Moediono alias Mas Whook.
Ketika tahun 1953 Pak Dirdjo mulai pindah ke Surabaya berkaitan dengan tugasnya sebagai pegawai negeri di Kantor Kebudayaan Jawa Timur Urusan Pencak Silat, maka murid-muridnya di Yogyakarta yang berlatih di UGM maupun di luar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah bernama Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia (HPPSI) dengan diketuai oleh Mas Dalmono.
Sementara itu di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Baru pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo dibantu Pak Imam Ramelan secara resmi menamakan silat yang diajarkan dengan nama Perisai Diri. Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai Silat Perisai Diri.
Di sisi lain, perguruan Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo secara alami murid-muridnya masih berhubungan dengan Pak Dirdjo. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta . Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Para murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bias dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Tampaknya Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman oleh rekan-rekannya, tidak puas dengan ilmu silat yang ditelah didapatkannya di lingkungan tembok istana Paku Alaman itu. Setelah menamatkan HIK (Hollands Inlandsche Kweekchool -- sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama jurusan guru pada masa itu) di Yogyakarta, Pak Dirdjo yang berusia 16 tahun mulai merantau untuk memperluas pengalaman hidupnya.
Pak Dirdjo melangkahkan kakinya ke arah Timur. Ia menuju Jombang di Jawa Timur. Di sana ia berguru kepada Bapak Hasan Basri dalam ilmu silat, dan belajar ilmu keagamaan dan ilmu lainnya di Pondok Tebu Ireng. Untuk membiayai keperluan hidupnya, ia bekerja di Pabrik Gula Peterongan.
Setelah merasa cukup berguru di Jombang , ia melangkahkan kakinya menuju ke Barat ke kota Solo di Jawa Tengah. Di kota ini ia berguru kepada Bapak Sayid Sahab dalam bidang ilmu silat. Di samping itu ia juga melengkapi ilmunya dengan berguru kepada kakeknya sendiri Ki Jogosurasmo.
Pemuda Soebandiman ini belum puas mereguk ilmu. Ia kembali berguru ke Bapak Soegito yang beraliran silat Setia Saudara (SS). Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan pemuda ini masih belum merasa puas dengan apa yang telah ia miliki. Soebandiman alias Pak Dirjo muda ini meneruskan berguru ke Pondok Randu Gunting di Semarang, ia masih melengkapi ilmu silatnya ke Kuningan di daerah Cirebon , Jawa Barat. Semua ilmu yang didapatnya itu diolah dan melebur dalam dirinya.
Setelah merasa cukup, pemuda yang telah dewasa ini menetap di Banyumas dan mendirikan perguruan silat Eka Kalbu (Eka yang berarti satu hati). Dalam pergaulannya di kalangan ahli beladiri di Banyumas, pemuda ini bertemu dengan seorang suhu bangsa Tionghoa, Yap Kie San, yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie.
Sekali lagi, pemuda yang haus ilmu itu berteman dan berguru kepada Yap Kie San. Selama 14 tahun pemuda ini berguru kepada Yap Kie San. Ada enam saudara perguruannya yang bertahan lama diasuh oleh Suhu Yap Kie San. Empat adalah bangsa Tionghoa, dan dua lainnya dari Jawa yaitu Pak Broto Sutarjo, dan Pak Dirdjo.
Dalam masa perguruannya itu, Suhu Yap Kie San menilai Pak Dirdjo sebagai pemuda yang berbakat. Suhu Yap Kie San menghadiahi Pak Dirdjo sepasang pedang sebagai symbol kecintaan guru kepada murid terkasihnya.
Bak kata pepatah, sejauh-jauhnya burung terbang nanti akan kembali ke sarangnya juga; demikian pula Pak Dirdjo. Beliau akhirnya kembali ke Yogyakarta . Di Kota Budaya ini Pak Dirdjo diminta mengajar ilmu silat di Taman Siswa, sebuah sekolah yang didirikan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantoro yang juga pamannya.
Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa, sebab ia harus bekerja di Pabrik Gula Plered di kawasan Yogyakarta juga. Di pabrik gula ini ia menduduki jabatan Magazie Meester.
Lalu pada tahun 1947-1948, berkat pertolongan dari Bapak Djumali yang bekerja di Departemen Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan silat itu, Pak Dirdjo kemudian mengajar Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Jelas saja para muridnya adalah para mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo kala itu seperti Mas Dalmono (Ir Dalmono – kabar terakhir ia belajar dan kemudian bekerja di Rusia), Mas Suyono Hadi (Prof DR Suyono Hadi – telah meninggal dunia dan bekerja sebagai dokter dan dosen Universitas Padjadjaran Bandung), serta Mas Bambang Moediono alias Mas Whook.
Ketika tahun 1953 Pak Dirdjo mulai pindah ke Surabaya berkaitan dengan tugasnya sebagai pegawai negeri di Kantor Kebudayaan Jawa Timur Urusan Pencak Silat, maka murid-muridnya di Yogyakarta yang berlatih di UGM maupun di luar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah bernama Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia (HPPSI) dengan diketuai oleh Mas Dalmono.
Sementara itu di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Baru pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo dibantu Pak Imam Ramelan secara resmi menamakan silat yang diajarkan dengan nama Perisai Diri. Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai Silat Perisai Diri.
Di sisi lain, perguruan Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo secara alami murid-muridnya masih berhubungan dengan Pak Dirdjo. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta . Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Para murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bias dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Berbahasa Indonesia
Segala teknik silat Perisai Diri ditulis dalan bahasa Indonesia yang
baku . Hal itulah yang menjadikan Perisai Diri lebih mudah diterima oleh
kalangan terdidik seperti mahasiswa. Penulisan teknik dalam bahasa
Indonesia baku sebenarnya harus diakui sebagai langkah maju tersendiri
dibandingkan perguruan lain yang masih berkutat dengan bahasa daerah
asal perguruan itu berkembang.
Bahkan dengan nasionalismenya itu, Perisai Diri akhirnya bisa diterima
di semua kalangan beragam suku, agama, maupun strata sosial. Dapat
dipelajari oleh seluruh penduduk Indonesia yang tinggal di 17.000 pulau.
Motto Perisai Diri “Pandai Bersilat Tanpa Cedera” yang juga bermakna
pandai beladiri tanpa cedera, makin membuat beladiri ciptaan Pak Dirdjo
bisa dipahami dengan logika. Pecinta beladiri akan mengerti bahwa
seorang ahli beladiri memang sulit untuk dicederai lawan. Bisa juga
berarti dalam berlatih pun ia tidak akan cedera karena kesalahan
sendiri.
Unsur kecepatan dalam beladiri menjadi pegangan Pak Dirdjo. Ia
mewajibkan para muridnya mampu melakukan gerakan silat minimal dua gerak
dalam satu detik. Gerakan itu bisa berupa serangan, hindaran, tolakan,
tebangan, ataupun paduan unsur-unsur itu. Jadilah Perisai Diri
menciptakan gaya silat SATU DETIK DUA GERAK.
Istilah satu detik dua gerak itu semula dianggap sepele oleh banyak
pendekar maupun pecinta silat. Akan tetapi semakin mereka banyak
menyaksikan pertandingan silat yang mulai digelar sejak 1970-an, para
pendekar silat maupun pecandu beladiri lain semakin memahami misteri
kata “satu detik dua gerak” tersebut. Hanya seorang ahli beladiri nan
piawai saja yang mampu bergerak secepat itu.
Sementara diakui atau tidak, nama-nama teknik silat Perisai Diri kini
sudah diadopsi di kancah persilatan. Istilah tendangan Sabit, kemudian
tendangan T (baca TE), bahkan sapuan; misalnya, sudah menjadi bukti
bahwa keinginan Pak Dirdjo terwujud. Istilah itu dipakai di dunia
persilatan. Bila kemudian ada beberapa perguruan baru muncul dengan
menggunakan teknik Perisai Diri, itupun tidak pernah dipermasalahkan.
Mungkin, para murid Pak Dirdjo pun -- tanpa setahu mereka --, kini
memiliki lebih banyak saudara perguruan karena menyerap ilmu yang sama
dengan nama perguruan yang berbeda.
Ada 19 macam teknik tangan kosong yang disebut teknik asli di Perisai
Diri seperti Jawa Timuran, Minangkabau, Betawen, Cimande, Burung Mliwis,
Burung Kuntul, Burung Garuda, Kuda Kuningan, Lingsang, Harimau, Naga,
Satria Hutan, Satria, Pendeta, Putri Bersedia, Putri Sembahyang, Putri
Berhias, dan Putri Teratai.
Bukan melulu teknik tangan kosong, para murid pun diajari berbagai
senjata mulai dari pisau, pedang, toya, senjata lempar, sampai dengan
pengembangan dari senjata-senjata itu seperti rantai, cambuk, tombak,
dan lain-lainnya.
Pak Dirdjo selalu berpesan kepada murid-muridnya agar menguasai ilmu
silat haruslah dengan cara mendaki dan memanjat, bukan dengan melompat.
Untuk memahami ilmu silat memang memerlukan kerajinan, ketekunan,
kesungguhan, dan disiplin.
Pak Dirdjo wafat usia 70 tahun, ditunggui para muridnya di Surabaya pada
9 Mei 1983. Pada tahun 1986, beliau mendapat gelar Pendekar Purna Utama
dari Pemerintah Republik Indonesia .
Niat Pak Dirdjo untuk mengembangkan silat akhirnya tercapai juga.
Meskipun ia belum bisa menikmati kejayaan murid-muridnya di arena
beladiri silat, namun secara pasti teknik Perisai Diri ciptaannya telah
merajai di beberapa pertandingan silat secara internasional.
Nama-nama seperti Joko Widodo, Herina (asal Yogyakarta), Tony Widya
(Jakarta), Tri Wahyuni (Malang), Wadiah (Mataram), Suryanto, Samiaji
(Bandung), A Triya (Surabaya), mampu malang melintang di kejuaraan
internasional pencak silat sejak kejuaraan internasional itu digelar
tahun 1987 hingga 1995.
Keharuman nama Perisai Diri masih dilanggengkan oleh pesilat Made Arya
Damayanti, Ayu Ariati, Ni Nyoman Suparniti, dan I Nyoman Yamadhiputra (
Bali ) pada periode 1995 - 2005. Arena nasional hingga dunia mereka
jelajahi dengan teknik Perisai Diri dengan memperoleh medali emas.
Pendekar pendobrak tradisi tabu itu pula yang akhirnya mampu meyakinkan
orang-orang Eropa seperti Belanda (1970), Jerman (1983), Inggris, Swiss
(1999), Hongaria, Australia (1979), Amerika Serikat (2000), Thailand
(1995), Filipina (1995), bahkan Jepang (1996) untuk mempelajari Silat
Perisai Diri. Silat mudah diterima, bisa dilogika. Silat sudah mendunia.
Lagi-lagi, di luar Indonesia, murid-murid Pak Dirdjo di Eropa, Amerika,
dan Australia mampu menunjukkan bahwa beladiri khas Indonesia itu mampu
mengibarkan benderanya di pertarungan antar-aliran beladiri di sana.
Tidak mengherankan jika penulis aliran beladiri seperti Donn F Draeger
menulis silat Perisai Diri dalam bukunya The Weapons and Fighting Arts
of Indonesia pada tahun 1972. Akan tetapi ia belum puas. Jika dalam buku
pertamanya ia menulis beberapa gaya perguruan pencak silat di
Indonesia; maka ia kembali mengupas lebih dalam untuk silat Perisai Diri
pada buku keduanya yang berjudul: Javanese Silat: The Fighting Art of
Perisai Diri pada tahun 1978.
Penjelasan secara detil disertai bukti praktik dalam bersilat yang
ditunjukkan Pak Dirdjo yang membuat Draeger bertekuk-lutut mengakui
bahwa Perisai Diri memang layak mendapat tempat khusus. Foto-foto Pak
Dirdjo dalam bersilat ditemani para muridnya di Surabaya memenuhi
halaman buku keduanya tersebut.
Tidak berlebihan jika saat ia dipanggil Tuhan Yang Maha Esa, jumlah
muridnya yang tersebar di Indonesia dan beberapa negara telah mencapai
50.000 lebih sehingga menempatkan Perisai Diri sebagai salah satu
perguruan besar di antara 800 perguruan silat di Indonesia. (***)
Materi Latihan
- Serang Hindar
Metode Dasar praktis yang menjadi ciri silat Perisai Diri adalah Metode
serang hindar yang sudah mulai diajarkan sejak Tingkat Dasar I. Metode
ini mengajarkan cara menyerang dan cara menghindar yang paling efisien,
cepat, tepat, tangkas, deras. dan Bijaksana. metode latihan ini dengan
cara berhadapan langsung dengan lawan dan dilakukan secara bergantian
dalam menyerang atau menghindar dalam satu aba2 pelatih. Hal ini
memudahkan siswa dalam berlatih dan memahami tekhnik2 silat.
- Tekhnik Kombinasi
Tekhnik Kombinasi merupakan tekhnik2 silat Perisai Diri yang merupakan
perpaduan dari berbagai perguruan silat di seluruh Indonesia yang
meliputi dari 156 aliran.
- Tekhnik Asli
Sedangkan Tekhnik asli sebagian besar lebih banyak digali dari aliran
siauwe liem sie yang dengan kretivitas Pak Dirdjo gerakan maupun
implementasinya lebih dijiwai oleh karakter Silat Indonesia. adapun
disebut Asli karena mempunyai keunikan dan kerangka sendiri yang
merupakan Gabungan dari berbagai aliran.
Hirarki Tekhnik Asli Perisai Diri :
- Tekhnik Minangkabau
- Tekhnik Burung Meliwis
- Tekhnik Burung Kuntul
- Tekhnik Burung Garuda
- Tehknik Harimau
- Tekhnik Naga
- Tekhnik Satria
- Tekhnik Pendeta
- Tekhnik Putri
- Senjata
Metode Latihan Menggunakan Senjata, diharapkan setiap sisa dapat
menggunakan setiap benda di sekitar menjadi alat bantu dalam membela
Dirinya sendiri.
Senjata Wajib di Perguruan Perisai Diri ada 3 macam yaitu Pisau, Pedang, dan Toya.
- Tekhnik Pernapasan
Metode latihan Perisai Diri dalam Olah Napas, sehingga diharapkan siswa
bisa mengembangkan latihan olah napas agar bisa digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
Organisasi PD
Silat Perisai Diri atau yang lebih dikenal PD berdiri pada tanggal 2 juli 1955 oleh Raden Mas Soebandiman Dirjtoatmodjo di Surabaya.
Perkembangan Silat Perisai Diri
Sejak awal berdirinya, silat Perisai Diri berfokus untuk mengembangkan
organisasinya di seluruh Indonesia, terutama di bidang institusi
pendidikan dan instansi pemerintah. Di tingkat remaja, silat Perisai
Diri berkembang di sekolah-sekolah tingkat SD, SLTP dan SLTA di
Indonesia. Sementara di tingkat lanjutan, silat Perisai Diri menyebar di
universitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
1. Cabang Komisariat
Surabaya, DKI jakarta, Australia, United Kingdom
2. Wilayah/Instansi/Perguruan tinggi
Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat, Tangerang, Bekasi, Depok, PT. PLN, Univ.Indonesia, Univ. Trisakti
3. Ranting Sekolah
SMP 47, SMU 68, SMP LabSchool, etc.
PERISAI DIRI DKI Jakarta
Alamat :
Jl salemba Tegalan IF No.17,
Rt 012/05, Jakarta Timur
085691224454 / 087788016616 (Ricardo)
081574727447 (Sami Sugeng)
Email:
ricardo_ngacir@yahoo.com
cardo.ngacir@gmail.com
'untuk keterangan lebih lanjut mengenai organisasi Silat Perisai Diri,
silahkan menghubungi contact diatas ... '
Hasil yang didapat dari pengembangan ini ternyata membawa dampak yang
positif. Berawal dari pengembangan di universitas seluruh Indonesia,
kini Perisai Diri telah tersebar di penjuru dunia. Hal ini dikarenakan
para pelatih
Perisai Diri yang bertugas di luar negeri dalam waktu yang lama,
sehingga membuka tempat latihan di negara tempat mereka bertugas. Hingga
saat ini, Perisai Diri telah tersebar di Australia, Jerman, United
Kingdom, Amerika, Belanda, Jepang, Switzerland dan Belgia.
1. Pengurus Pusat membawahi Cabang dan komisariat Luar Negeri.
2. Pengurus Cabang dan Komisariat Luar Negeri membawahi Wilayah,
Instansi dan Perguruan Tinggi.
3. Pengurus wilayah membawahi ranting
‘Belajar Silat Tanpa Cedera’ adalah
moto Perisai Diri, sejak didirikan tahun 1955. Metode yang diajarkan di
desain untuk menghindari cedera di saat latihan.
Struktur Organisasi
Mengingat target pengembangan latihan yang luas, Perisai Diri telah
membuat struktur keorganisasian dari tingkat pusat hingga tingkat
terkecil (ranting). Pengurus Pusat Perisai Diri bertempat di Surabaya
dan saat ini diketuai oleh Ir. Nanang Soemindarto. Struktur
keorganisasian Perisai Diri adalah:
Surabaya, DKI jakarta, Australia, United Kingdom
2. Wilayah/Instansi/Perguruan tinggi
Jakarta Barat, Timur, Selatan, Utara, Pusat, Tangerang, Bekasi, Depok, PT. PLN, Univ.Indonesia, Univ. Trisakti
3. Ranting Sekolah
SMP 47, SMU 68, SMP LabSchool, etc.
Alamat :
*Contact Person Pelatih PD (PD Coach)
Phone Mobile :081574727447 (Sami Sugeng)
cardo.ngacir@gmail.com
silahkan menghubungi contact diatas ... '
Artikel Silat
PERISAI DIRI
Untuk
ANAK USIA REMAJA
Beraktivitas, Berolahraga Dan Berprestasi
Akan Memacu Perkembangan Remaja
Untuk Menjadi Manusia Yang Lebih Baik
antara Remaja, Olahraga dan Budaya
Usia 13 - 18 tahun, adalah waktu yg
penting bagi anak untuk melakukan berbagai kegiatan dalam berolah raga.
Pada masa tersebut, sangat penting bagi setiap anak untuk diperkenalkan
ke berbagai macam olah raga, seperti: basket, renang, volley, bela diri
dan atletik, agar mereka dapat menemukan olah raga yang mereka senangi.
Selain itu, Pencak Silat sebagai salah
satu budaya bangsa Indonesia, telah didukung oleh pemerintah dalam
perkembangan-nya. Melalui IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia),
pemerintah ingin agar perkembangan budaya ini dapat disebarkan di dalam
dan luar negeri semaksimal mungkin.
‘Di satu sisi, remaja memerlukan
aktifitas olah raga dalam memenuhi kebutuhan fisiknya. Di sisi lain,
pemerintah ingin agar Pencak Silat sebagai budaya bangsa berkembang di
dalam dan luar negeri. Titik temu untuk mendukung kedua hal tersebut,
adalah dengan memasyarakatkan Pencak Silat di kalangan remaja melalui
institusi pendidikan, agar menghasilkan remaja yang sehat dan cerdas,
yang memiliki bekal budaya yang baik, sehingga dapat menjadi duta bangsa
apabila mereka memiliki kesempatan untuk belajar atau bekerja di luar
negeri’.
Mengapa Beladiri ?
Selain itu, anak dalam usia tersebut pada
umumnya mulai mencari kegiatan yang dapat merangsang perkembangan
aggresifitas mereka. Mereka juga akan berusaha untuk meraih suatu
prestasi dalam hal olah raga. Bagi mereka, untuk bisa melakukan sesuatu
yang lebih baik dari yang lain adalah sesuatu yang bisa dibanggakan,
sehingga dapat menambah rasa percaya diri mereka dalam bersosialisasi di
sekolah.
Pada usia tersebut pula, anak memerlukan
kegiatan olah raga secara rutin, yang dapat memompa peredaran darah dan
oksigen ke otak. Saat berolah raga, darah akan mengalir berputar ke
seluruh tubuh, sang anak akan merasakan lelah setelah latihan, yang
kemudian dilanjutkan dengan istirahat pada malam harinya, diikuti dengan
kesegaran fisik dan fikiran di pagi harinya di waktu mereka melakukan
kegiatan belajar di sekolah.
Apa Manfaat Belajar Silat?
Judul di atas pernah menjadi pertanyaan yang dilontarkan seorang remaja putri kepada seorang tokoh silat nasional kita. Saya merasa tertarik untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi baru sekarang berhasil menyusunnya dalam bentuk artikel.
Tidak saja bagi para remaja yang sedang mengalami perubahan jasmani dan rohani yang pesat, melainkan bagi semua golongan usia termasuk orang-orang tua, belajar silat mendatangkan manfaat yang besar, minimal untuk memelihara kesehatan dan kesegaran jasmani.
Demikian pula dalam penggunaan dan penerapannya, beladiri tidak selalu digunakan untuk menjaga diri dalam suatu perkelahian, karena di jaman sekarang tidak semua orang suka berkelahi. Akan tetapi beladiri silat berguna pula untuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari di rumah. Contohnya : Apabila kamu menguasai silat, kamu tidak akan terjatuh dengan parah bila terpeleset. Mungkin saja kamu terjatuh, akan tetapi karena refleks hasil latihan sehari-hari, kamu mampu menolong dirimu sendiri pada saat yang tepat. Berikut ini kita coba untuk menganalisa segala manfaat belajar beladiri silat.
Silat sebagai Olahraga
Sebagai salah satu cabang olahraga pada umumnya dan beladiri khususnya, beladiri silat merupakan rangkaian dari gerakan-gerakan badan menurut sistem dan metoda tertentu.
Telah kita ketahui bersama olahraga adalah salah satu cara terbaik untuk memelihara kesehatan jasmani. Silat sebagai salah satu alat berolahraga pun memiliki cara-cara khusus dalam membina kesehatan jasmani. Dengan melakukan teknik tertentu, selain gerakan pemanasan pada umumnya yang ada pada tiap cabang olahraga, silat melatih otot-otot. Demikian pula dengan cara tertentu, silat melatihmu menjadi lebih peka pendengaran dan lebih awas penglihatan, bila dibanding dengan cabang olah raga lain. Selanjutnya, dengan gerakan dan teknik-teknik tertentu pula kamu bisa melatih otot-otot leher serta persendiran tubuh.
Untuk menguatkan alat-alat dalam tubuh kita, termasuk bagaimana cara menambah kesehatan jantung dan paru-paru, kamu akan dilatih pernapasan. Jadi, khusus bagi alat-alat tubuh kita bagian dalam, bukan hanya gerakan tubuh yang menguatkannya, melainkan (dan terutama sekali) latihan bernapas khusus yang baik. Tentu saja hal ini dilatih secara bertahap, tetapi semakin meningkat. Dalam silat ada tahap-tahap tertentu, di mana diajarkan hal-hal yang berhubungan dengan pernapasan tersebut.
Pengertian tentang latihan-latihan yang dapat menguatkan otot-otot, janganlah diarti kan sebagai latihan untuk membesarkan otot. Otot yang kuat tidaklah berarti sama dengan otot yang besar, atau sebaliknya, otot yang besar belum bisa diartikan otot yang mengandung tenaga besar dan kuat. Teknik-teknik tertentu di dalam beladiri silat yang melatih kecepatan dan kelincahan tubuh, jarang sekali membuat otot seseorang menjadi bertonjolan. Bahkan, makin sempurna dan tinggi teknik silat seseorang (termasuk ilmu pernapasan nya), makin sulit orang awam menebaknya sebagai seorang yang ber “isi”. Selain itu, makin sulit pula orang mengira kita menguasai beladiri. Mengapa demikian?! Justru karena otot-otot kita yang tidak tampak menonjol !
Oleh sebab itu, diharapkan kalian terutama remaja putri tidak apriori, bahwa kalau kita belajar silat kelak jadi “kayak cowok”. Contoh remaja putri yang menguasai beladiri silat tapi tak tampak dari luar itu, ialah Anne Rufaidah, gadis Bandung yang pernah menyandang gelar Puteri Remaja Indonesia 1980. Ia salah seorang gadis remaja (waktu itu) yang diam-diam memiliki “kekuatan terpendam”. Dan banyak lagi remaja putri seperti Anne yang tidak berotot layaknya binaragawan. Ia justru nampak halus dan luwes sebagai gadis remaja biasa.
“Akh, buat apa capek-capek!” mungkin demikian pula komentar kalianm, akan tetapi soal capek kiranya apa saja yang menjadi pekerjaan kita yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menyebabkan kita capek secara fisik, namun tidak secara psikhis. Mengingat tujuannya yang baik, apalagi bila dilakukan dengan gembira, soal capek dapat diatasi dan boleh diabaikan.
Silat sebagai Seni Beladiri Yang Bermutu
Pengertian seni beladiri di sini jangan diasosiasikan dengan seni tari. Walau pun antara keduanya ada persamaan, yakni sama-sama mengandung unsur keindahan gerak dari seluruh tubuh yang harmonis. Kesenian itu menggugah kehalusan dan kepekaan jiwa seseorang. Lalu di manakah letak seninya Silat? Dalam silat yang nyeni bukan saja karena segi miripnya kepada Tarian (dengan adanya kembangan), akan tetapi dilihat dari segi harmonisnya gerakan-gerakan silat itu sendiri. Keselarasan gerakan tubuh dan anggota tubuh pesilat yang menyentuh hati si penonton, menimbulkan rasa kagum orang yang memandang.
Hal ini dapat dilihat para rangkaian gerak yang disebut dengan JURUS dalam Pencak Silat dan Karate (Kata). Jadi, bukan saja keluwesan geraknya yang dianggap “nyeni”, melainkan juga saat pesilat mengerahkan tenaganya, saat ia menampilkan kelincahan dan kegesitannya. Bagaimana ia menyesuaikan irama gerakan-gerakannya, seperti : bagaimana ia memperlambat gerakan-gerakannya pada saat ia melakukan “sikap-sikap” tertentu, bagaimana ia mempercepat gerakan-gerakannya waktu ia menyerang dengan tangan dan kakinya, serta bagaimana pula ia memperagakan gerakan- gerakan menghindar dengan lincah dan ringan.
Dalam Pencak Silat, baik yang berasal dari Jawa Barat (Ibingan), Jawa Tengah maupun dari Tanah Minang, tampak adanya penggabungan seni tari daerah masing-masing dengan tipu-tipu Pencak Silat, sehingga kita lihat “Kembangan” atau “Ibingan” tadi agak mirip dengan tarian-tarian daerah tersebut di atas (Ingat Jaipongan!). Konon, penyamaran beladiri silat ke dalam seni tari daerah, merupakan suatu upaya para Pendekar di jaman penjajahan untuk melestarikan beladiri silat yang diwarisi dari para guru dan leluhurnya.
Manakah yang disebut “Jurus” atau “Kembangan” itu? Kedua istilah itu merupakan rangkaian gerakan-gerakan beladiri yang disusun sesuai dengan aturan dari aliran atau perguruan silat yang menyusunnya. Di dalamnya tercakup gerakan-gerakan menyerang, menghindar maupun bersikap sesuai dengan ajaran-ajaran perguruan silat masing-masing.
“Seni” ini bagi setiap orang tidaklah sama keindahannya, sebagaimana tidak setiap orang punya penghargaan yang sama terhadap lagu-lagu klasik, pop, rap atau dangdut misalnya.
Silat sebagai Alat Bela Diri
Silat sebagai alat bela diri merupakan pengetahuan yang bermutu tinggi. Silat tidak terbatas, baik dalam melakukan serangan, maupun tangkisan. Dari kepala, bahu, siku, lengan, tapak tangan, jari tangan, punggung, pinggang, pantat, paha, lutut, tulang kering, mata kaki, tumit, jari kaki semuanya mendapat jatah latihan secara khusus. Dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki dapat digunakan sebagai senjata terdekat dan ampuh. Menurut para ahli, air liur dan rambut pun bisa dipakai sebagai alat bela diri yang efektif.
Silat berusaha memenuhi tuntutan : “Menyerang semaksimal mungkin dengan resiko sekecil mungkin bagi diri sendiri” (bandingkan dengan Ilmu Ekonomi). Singkatnya, dengan apa yang ada kita gunakan untuk membela diri, jadi harus praktis dan ekonomis !
Seorang pesilat diajar dan dilatih menggunakan senjata. Ia harus mengerti sifat-sifat senjata yang paling sederhana, seperti : Pisau, Pedang, Golok dan Toya (istilah silat untuk tongkat panjang yang disesuaikan dengan tinggi pesilat). Kemudian ia pun diberi pengetahuan tentang senjata-senjata lain. Dari sinilah seorang pesilat mengembangkan pengetahuannya tentang senjata. Mana yang sesuai buat dirinya, serta benda-benda apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata saat ia terdesak. Contoh benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata, adalah tas, pasir, penggaris, pensil, sapu tangan, ikat pinggang, bahkan baju atau jacket pun atau buku dapat dipergunakan sebagai senjata “rahasia”.
Silat sebagai Alat Untuk Belajar Menguasai Diri
Umumnya, ilmu beladiri yang baik, mendidik murid-muridnya sanggup menguasai diri, menguasai emosinya. Demikian pula silat. Tak heranlah kita membaca atau mendengar ungkapan “Kalahkan dulu dirimu, sebelum mengalahkan orang lain” atau motto dari beladiri Kempo “Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman”. Semua itu menunjukkan pentingnya belajar menguasai diri. Pesilat dilarang untuk bertindak sewenang-wenang. Secara bertahap ia dilatih menguasai hawa nafsunya, karena memang yang paling sulit adalah bagaimana mengajar seseorang mampu menguasai dirinya.
Pesilat yang baik, harus sanggup mengalah kepada lawannya yang nyata-nyata jauh lebih unggul baik teknik dan prestasinya. Ia pantang melayani nafsunya untuk menang dengan berlaku curang! Ia harus berani mengakui kelebihan lawan dan melihat kekurangan dirinya.
Sifat-sifat baik yang diperolehnya dalam mempelajari beladiri silat, diharapkan tidak hanya berlaku di perguruannya saja, melainkan harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu membentuk rasa percaya diri yang tebal dan kepribadian kuat, sehingga segala tekanan dari luar dapat dihadapinya dengan tabah, rendah hati dan damai.
Seorang ahli beladiri yang baik memiliki perasaan yang halus dan rasa perikemanusiaan tinggi. Ia tidak enggan untuk memaafkan seseorang yang telah mengakui dan menyadari kesalahannya.
Silat sebagai Alat Untuk Mengasah Kecerdasan
Di sekolah dasar kita diajar berhitung/matematik, di sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas kita dilatih untuk berpikir lebih kritis, kemudian di perguruan tinggi kita diajar dan dilatih tentang hubungan-hubungan dalam suatu sistem/keseluruhan. Dalam belajar Silat, kita pun diajar dan dilatih berpikir kritis. Tetapi dengan cara yang khas silat. Kita harus memperhitungkan secara matang gerak-gerik lawan dan menjawab serangan lawan dengan reaksi yang cepat dan tepat. Sebab bila kita terlambat sedikit saja, akan fatal akibatnya bagi kita.
Ada beberapa persamaan antara belajar ilmu gaya dan belajar silat. Dalam silat kita memiliki rumus-rumus tertentu untuk menghindar, menyerang atau membalas suatu serangan, sehingga gerakan kita menjadi efektif dan efisien. Ada momen-momen dalam ilmu gaya yang dapat diterapkan dalam ilmu silat. Misalnya, bagaimana kita dapat menghindari serangan berupa pukulan dan tendangan yang lintasannya seperti lingkaran, sehingga kita berada di luar garis singgung lingkaran tersebut. Atau bagaimana kita menghindari serangan yang lintasannya lurus, yakni dengan bergerak sedikit ke samping dengan cara apa pun, sehingga serangan itu berlalu tanpa kita mengeluarkan tenaga banyak (hukum ekonomi).
Pengertian-pengertian ilmiah semacam inilah yang membuat ilmu beladiri silat menjadi menarik untuk dipelajari dan diselami, sebab Ilmu Silat sekaligus mengasah kecerdasan kita.
JANJI PERISAI DIRI
1. BERKETUHANAN YANG MAHA ESA
2. SETIA DAN TAAT KEPADA NEGARA
3. MENDAHULUKAN KEPENTINGAN NEGARA
4. PATUH KEPADA PERGURUAN
5. MEMUPUK RASA KASIH SAYANG
sumber;http://beladiriperisaidiri.blogspot.com/
1 komentar:
Casino Site | Lucky Club Live
Experience casino games from the best game provider. Bet online on the latest UK casino games from the best software providers at LuckyClub. Live casino Rating: 4.2 · 123 luckyclub votes
Posting Komentar